Minggu, 28 Januari 2007

Wijaya Kusuma


Assalamualaikum wr wb



Pernah liat bunga seperti ini? Aku juga baru liat sekali seumur hidup. Cantik kan? Itulah bunga yang tumbuh dihalaman rumahku di kampung, yang ku ambil gambarnya dengan meminjam hanphone seorang kakakku yang baik hati (thanks ya kak). Menurut cerita orang-orang, bunga itu bernama wijaya kesuma. Yang menarik adalah tidak setiap pohon yang ditanam akan menghasilkan bunga. bahkan bisa dikatakan jarang terjadi. Pernah ada orang yang menanam pohon bunga ini tidak pernah melihatnya berbunga walaupun sudah berumur lebih dari tiga tahun.

Pohon bunga ini termasuk aneh, karena pohonnya terdiri dari lembaran daun. Jadi dari daun yang sudah tua akan keluar daun muda dan daun tua tadi menjadi batang atau dahannya. Pun dengan bunganya. kalau nanti memang akan berbunga, maka bakal bunga itu akan keluar juga dari daunnya. Setelah keluar kuncupnya hingga beberapa minggu, maka bunga akan mekar.


Anehnya lagi, bunga hanya mekar sekali setelah itu layu dan tidak akan mekar lagi. mekarnya pada malam hari, mulai kira-kira pukul 21.00 hingga pukul 02 dinihari. Jadi, kalaupun kita sudah melihat kuncupnya, belum tentu juga akan dapat melihat bunganya karena bisa saja terjadi saat bunganya mekar, kita sedang tertidur lelap.Orang-orang juga menyebutnya dengan bunga Sri Rejeki, karena ada kepercayaan bahwa siapa saja yang menanam bunga itu lalu dapat melihat bunganya maka itu suatu pertanda bahwa ia orang yang akan banyak rejeki. Menurutku yaaa... dapat rejeki melihat bunga itu, karena jarang kan orang beruntung seperti itu.Nah, menurutku aku memang sangat-sangat beruntung.


Tidak pernah menanam bunga itu tetapi ketika aku pulang kampung bertepatan dengan dia berbunga. Dan ketika bunga itu mekar bertepatan pula dengan aku pulang dari rumah seorang teman lama untung ngobrol panjang lebar tentang masa lalu. Segera pinjam kamera dan jepret-jepret jadilah gambarnya dihadapanmu sekarang.Sampai sini dulu, maaf oleh-olehnya hanya bunga. Bunga Wijaya Kesuma dan bunga rindu juga tentunya


Wassalam

----------------------------
aku juga termasuk orang yang beruntung itu karena orang beruntung mengirimkannya kepada ku, thanks alot honey....





Hanyut




puisi ku hanyut pada laju air yang deras

ku kejar hingga sampai ke hilir

tersangkut di batu besar

robek oleh kayu berduri

ah,

padahal puisi cinta itu sudah ku siapkan untuk nya semalam

beberapa saat setelah aku mendengar suaranya yang terakhir

aku menunggu hingga malam benar-benar tua

untuk menguji perasaan dan hati ku

puisi cinta yang hanyut

pertanda tak baik untuk memungutnya

ku pikir,

biarlah ia hanyut

dan dipungut anak nelayan

Aneh!



semalam aku menangis lagi, tangis yang tiba-tiba dan tanpa sebab musabab yang jelas, bukan, tepatnya karena sakit, sakit sekali, tangis tanpa suara dan hanya air mata yang mengalir dalam gelap, dan ternyata air mata itu menyebabkan sakit yang teramat sakit lagi. mm...air mata memang nikmat, terlebih ketika dikeluarkan diatas sajadah merah dengan mukena putih berenda, tapi kalau setiap mengeluarkan air mata sakitnya seperti ini, memilih tidak mengeluarkan air mata bukanlah satu simbol kesombongan dan tak cengeng, sebab menangis tak selamanya harus mengeluarkan air mata, meminjam istilah kak haning, menangis tanpa air mata adalah tingkatan menangis yang paling tinggi dan hanya orang-orang tertentu saja yang bisa melakukannya?

apakah aku termasuk salah satu dari orang-orang tertentu itu? mengingat terlalu seringnya aku menjerit, berteriak bahkan memaki tanpa suara. ah...amat berlebihan rasanya. tapi menangis seperti itu juga mempunyai kenikmatan tersendiri, orang lain tak pernah tahu kapan saat-saat kita menangis, bisa jadi ketika kita tengah tertawa riang dengan nya, atau ketika memperhatikannya berbicara, dan hati menangis.

dalam sakit dan pandangan yang mengabur, tangan yang gemetar mencoba mengirimkan sesuatu, tapi apa yang terjadi; salah alamat!!! syukurlah setelah itu aku tak sadarkan diri dan berita salah kirim itu baru terbaca besok pagi, itu pun setelah pusing tujuh keliling mencari benda mungil yang menjadi mediasi pengirim berita, dan entah bagaimana caranya kok benda itu tiba-tiba ada di lemari pakaian, padahal sebelum hilang kesadaran semalam ingat ku benda itu ku letakkan dibawah bantal tidur.

mungkinkah ketidak sadaran itu telah membawaku pada alam bawah sadar yang lainnya? mengingat terlalu seringnya aku seperti itu, berbicara ketika tidur, kadang duduk sambil tertawa memperhatikan seseorang, atau kadang mengambil pakaian dari lemari dan memakainya. aku juga heran ketika melihat dikamar tidur sudah ada stainless putih berisi air, entah kapan aku turun kedapur dan mengambil air. sebegitu anehnya kah semalam?

pagi ini pun, ketika bangun sisa demam semalam masih ada, sisa sakit semalam masih ada dan siangnya menjadi sama seperti siang yang kemarin, kembali bergetar dan hampir tak sadarkan diri lagi. dan entah gimana caranya kok jadi marah kepada kak haning, apa karena dia jauh? entahlah...

itu yang aku tak mengerti, kenapa bisa deman tiba-tiba, kenapa bisa pusing tiba-tiba, kenapa bisa gemetar tiba-tiba, kenapa bisa tidak mengantuk kalau sudah kelewat sakit tapi dilain waktu rasa ngantuk itu menyerang tiba-tiba dan biasanya kalau sudah tidur berangsur-angsur akan pulih.

menuliskannya disini berarti harus siap menerima omelan, nasehat dan serentetan petuah-petuah dari Mr. Haning besok pagi. juga aneh, tak bosan-bosannya ia menyuruhku ke dokter, berobat, beli obat, minum obat, juga tak bosan-bosan aku menjawab "tidak mau"

i luv u kakak...

han rindu

Jumat, 26 Januari 2007

Cinta Ku Terhalang Mahar

Cinta Ku Terhalang Mahar
Untuk saat ini tidak ada yang bisa menghalangiku untuk kembali ketanah ini, kerinduanku akan gundukan barisan bukit disepanjang pantai dan ombaknya yang menggulung sungguh membuncah seperti magma yang akan segera dikeluarkan sang merapi. termasuk Ibu! Perempuan yang telah melahirkan dan membesarkanku hingga menjadi seperti yang sekarang ini.
“Apa tidak sebaiknya kamu batalkan saja niatmu ke Aceh Shan. Kamu akan sendirian disana, ngga punya saudara, ibu ngga bisa jenguk karena jauh. Mending kamu ke Yogya atau Bandung saja…tidak terlalu jauh dari Jakarta.” Suara ibu terdengar lirih saat kami sedang makan malam seminggu yang lalu. Nasi dipiringnya hanya diaduk-aduk tapi takada sesuappun yang masuk ke mulutnya. Padahal sore tadi ibu masak semur ayam dan tumis kembang kol, menu favorit keluarga kami.
Aku meliriknya sebentar lalu menekuri kembali piring makan ku, disana seperti tak terlihat butiran nasi melainkan hamparan pasir disepanjang pantai ule lhe, sayuran ijau tak ubahnya seperti miniature perbukitan yang berjejer disepanjang pantai hingga ke Lhok Nga yang ditumbuhi pohon-pohon. Telur ceplok yang masih utuh dipiring laksana perumpamaan sunset yang diburu penggila foto menjelang senja yang berpendar kemerahan dikelilingi awan putih kebiruan.

Keinginanku sudah memuncak, kerinduan akan aceh sudah tak bisa dibendung lagi walau dengan sogokan apapun. Aku harus segera kesana, mencari pekerjaan disana, kalau ada rejeki membeli sepetak atau dua petak tanah untuk dibangun gubuk kecil dan kalau Tuhan bermurah hati ijinkanlah aku meminta agar diberi istri seorang Aceh. Ah…

“Shandi….apa kamu ngga lihat, ibu sudah tua, kakak dan abang mu sudah menikah dan sebentar lagi adik mu Ning juga akan menyusul dn ikut dengan suaminya. Cuma kamu harapan ibu satu-satunya yang kelak bisa menempati rumah ini. Siapapun istrimu ibu akan terima asalkan kamu tidak jauh dari ibu."

Lagi-lagi suara ibu terdengar begitu trenyuh dan berat, terus terang aku tak kuat kalau ia terus berbicara seperti itu. Selera makan ku hilang. Ku lihat Ning disampingku juga diam, sama seperti ibu dia juga berat kalau harus jauh dengan ku. Aplagi jarak Jakarta Aceh bukanlah jarak yang dekat.

“Bu, Ning, bukannya saya ingin menjauh dari ibu apalagi dari Ning. Saya hanya ingin mencari pengalaman baru disana, kalau saya ada rejeki biar saja saja yang menjenguk ibu nanti kalau kehidupan disana sudah mapan baru ibu yang kesana. Ibu jangan kuatirkan saya, kan Shandi sudah besar….” Aku melirik Ningtyas dengan harapan adik bungsu ku itu mau tersenyum, dan dia memang tersenyum, tapi hambar.

@@@

Hari ini kerinduan itu benar-benar tertebus, dadaku menjadi lega seperti beratus-ratus ton barang yang baru diturunkan dari petikemas. Disepanjang perjalanan dari bandara menuju ke Banda Aceh tak henti-hentinya bibirku tersenyum. Memandangi pohon-pohon yang dipinggir jalan tak ubahnya seperti pengawal istana yang sedang menabuh gendering menyambut kdatangan rajanya dari negeri seberang, akulah raja itu. Shandi Naweta. Berbagai syair disenandungkan memanjakan telingaku padahal tak lebih dari kebisingan hiruk pikik di Lambaro. Lagi-lagi aku tersenyum asing bagaimana mungkin suara klakson mobil yang memekakkan telinga itu bisa terdengar merdu dan melenakan?

Dasar aneh!
Entah bisikan gaib darimana yang membuatku begitu merindui aceh dan ingin kembali lagi kesini. Dan hari ini panggilan gaib itu telah ku penuhi. Aceh memang luar biasa dan mampu menghipnotis siapa saja, termasuk aku yang dulu sempat menjejakkan kaki tidak lebih dari dua minggu lamanya karena perjalanan dinas pada awal tahun 2005. waktu itu aceh masih seperti kapal pecah yang tak terlihat wajahnya, namun begitu keelokan dan keanggunannya tetap tak hilang. Dan semua itu telah mampu menjerat ku dan menarik ku untuk kembali ke tanah serambi ini.

Bayangan lain yang belum bisa ku tepis tentang aceh adalah bayangan cut yasmita, gadis jelita yan sempat ku jatuhkan pilihan untuk menjadi calon pendamping hidupku. Namun harapan tinggal sebagai catatan dihati, bayangan cut yasmita pelan-pelan terpksa ku hapus, persis seperti melukis diatas pasir. Kenyataan yang disodorkan kepdaku lebih berat ketimbang bahagia jika kelak aku berhasil memperistri cut yasmita.

@@@

Menatap langit-langit kamar ini seolah semakin memperjelas bayangan cut yasmita, dulu, dikamar ini aku pernah menuliskan selembar surat cinta untuknya. Ah…semuanya hanya kenangan yang tak indah.

Belakangan aku jadi tahu kalau meminta mahar dalam jumlah yang besar kepada calon suami sudah menjadi semacam tradisi dalam masyarakat Aceh. Tetapi tidak berlaku untuk semuanya, terbatas pada status sosial masyarakatnya juga. Maka tahulah sekarang mengapa keluarga cut yasmita meminta mahar sampai 40 mayam. Jumlah yang tak sedikit untuk masa sekarang ini. Belum lagi dengan seperangkat isi kamar dan hantaran yang tidak boleh tidak ada. ku rasa keputusan ku untuk tidak memenuhinya bukanlah karena aku tidak mencintainya. Tapi…40 mayam bukanlah jumlah yang sedikit bagi ku yang punya penghasilan pas-pasan. Ah…mengapa untuk menggenap kan setengah dien saja susah dan rumitnya seperti ini? Apakah karena dia berketurunan bangsawan? Sehingga tak sembarang orang boleh melamarnya, apalagi untuk seseorang yang berlainan suku seperti aku. Jawaban itu sama sekali tak pernah kudapatkan dengan pasti sampai sekarang.


tak tahu dimanakah awalnya...............
rasa ini tumbuh dengan tulus.............
dan apa kah ini akan berakhir..............
semuanya diluar kuasa ku......................
hanya saja selagi ku hidup........................
sluruh fikir dan ilham untuk mu...............
takkan kubagi walaupun setetes................
segenap hidupku untuk mu.........................


lagu tak berawal tak berakhir terdengar begitu sendu ditelinga ku. Membawaku pada suasana melankolik yang sama sekali tidak bisa kuterjemahkan. Kupaksakan untuk segera menutup mata agar langit-langit kamar yang memamerkan seluruh bayangan cut bisa ku enyahkan. Tapi berkali-kali pula aku gagal dan bayangan itu semakin berat menyiksa ku.

Inikah makna sebenarnya dari kerinduanku akan tanah ini? Untuk kembali bernostalgia menyarik kenangan tentang cinta yang tertahan pada seperangkat mahar. Ah…betapa kejamnya kah kehidupan ini? Aku tak pernah tahu, sama tak tahunya dengan cut yasmita yang sampai sekarang selalu mengatakan ia mencintai ku tapi tak pernah sekalipun ia berusaha meyakinkan orang tuanya untuk menerima ku.

Lagi-lagi aku hanya bisa mereka-reka, apakah ini bentuk lain penolakan secara halus untuk tak menerimaku sebagai calon menantu mereka? Beberapa hari yang lalu ada yang menceritakan kepada ku hal serupa sering dilakukan oleh orang-orang terdahulu untuk menolak secara halus dengan maksud untuk tidak menyakiti hati si pelamar agar mundur secara teratur. Seperti permintaan lima puluh jenis kunci misalnya, yang melamar tentu akan berpikir seratus kali untuk memberikan seserahan lima puluh kunci kepada calon istrinya. Betapa sakitnya….

Langit-langit kamar ini berubah menjadi gelap dan tak berwarna, seolah saling berebut dengan hamparan pasir pantai ule lhe dan bukit-bukit hijau disepanjang pantai Lhok Nga, juga dengan ceplok telur miniatur matahari disenja hari.

To my beloved bro…..
Anggap saja semua ini batu loncatan untuk mendapatkan bidadari surga

Kamis, 25 Januari 2007

sakit

sakit
dan hari ini adalah perulangan dari hari-hari kemarin, sakit yang jika menemuiku maka lama sekali kembalinya. dan aku harus merayunya, mencandainya dengan mengajak mataku untuk terpejam lalu sedikit otak kecilku membayangkan yang indah-indah hingga akhirnya aku benar-benar tertidur.

seperti malam kemarin, sakit itu kembali datang tapi ia mungkin membawa temannya yang lain, bayangkan aku yang sedang tertidur lelap bisa terbangun dan merasakan sekujur tubuhku dingin dan gemetar, kepala seperti digerogoti oleh ratusan bahkan ribuan kepiting, terasa panas dan berdenyut. sangat sakit kah? tetapi ada yang lebih sakit lagi dari ini.

aku berusaha mencandainya, meninabobokannya tapi tak berhasil. justru rasanya mereka semakin beringas dan menyedot habis cairan yang ada dikepalaku. membuatku nyaris lupa sedang dimana aku? membuatku mengingat-ngingat sesuatu yang sama sekali tak bisa menolongku.

sekali waktu ingin sekali mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dibalik cangkang kepalaku, tapi ke keras kepalaan ku selalu berhasil membuat ku bertahan. cukup tidur sambil berusaha menyenangkan diri dikamar yang gelap. berharap dengan sendirinya sesuatu yang menyakitkan itu akan hilang dengan sendirinya. dan memang hilang tapi untuk kembali lagi. perulangan yang tidak ada habisnya.

sekali waktu aku berfikir, pelan-pelan dengan cara seperti ini maka stok nafsku akan semakin berkurang. bukan ingin menyaingi takdir dan ketentuan Tuhan. tetapi bukankah otak bagian terpenting dari tubuh manusia? dan kalau dia sudah tak tertolong lagi lalu apa yang bisa dipertahankan oleh tubuh?


sebenarnya keinginan ku sederhana sekali, ingin membuat orang-orang terdekat ku senang. karenanya kupikir, tidak berbagi dengan mereka adalah jalan keluar yang baik, biarlah kalau nanti suatu saat aku jatuh dan tak bisa bertahan lagi baru aku akan katakan, sakit ini sudah bertahun-tahun, dan akhir-akhir ini air mata yang keluarpun begitu menyiksa....

Oleh oleh dari Kampung

Oleh oleh dari Kampung
Pulang kampung? Why Not! Belilah tiket di Agen Perjalanan, berangkatlah ke bandara lalu terbanglah ke kampung halaman. Sederhana sekali.
Secara teknis administrasi, ya benar, begitulah adanya.
Tetapi, dalam pulang kampungku, tidaklah sesederhana itu. Banyak hal terlibat. Ada rindu, ada ego, ada luka, ada enggan, ada kerinduan yang lain lagi, bahkan ada segudang rasa yang tak dapat diungkap, tak dapat dicerna.
Ada rindu, karena memang sudah banyak tahun berlalu aku tak pulang. Tak mengikuti ritual tahunan lebaran, mudik, tak juga di luar waktu itu. Tak tahu apa yang telah terjadi di kampung halaman itu selama waktu yang tidak singkat. Sudah banyak berubahkah atau masih ada sisa-sisa masa lalu yang layak dikenang, disaksikan.
Ada keinginan untuk tampil dengan berbagai kelebihan. Bagi-bagi oleh-oleh untuk sanak keluarga dan bagi-bagi sedikit uang untuk saudara-saudaraku yang oleh agama ini digolongkan sebagai kaum duafa. Bukan oleh-olehku, bukan juga uangku. Yang Maha Kuasa telah menyediakan semuanya dengan perantaraan tanganku, mereka mendapatkannya, jadilah aku sinterklas itu, memang aku ego, egois yang tak tahu diri!
Ada luka. Karena tanah yang di atasnya aku brol ke dunia ini, tanah lahirku, tanah tumpah darahku itu, seperti menolakku. Karena kalau memang ia menerima, kenapa ia tidak memberikan satu hati disana untuk kupauti. Kenapa ketika ada satu hati yang menyatakan setia, tanah itu melemparkannya jauh keseberang lautan, bahkan lebih jauh dari itu. Tanah itu, dengan setiap uap air di atas aliran sungainya, dengan setiap kabut paginya telah mengguratkan luka yang tidak pernah sembuh!
Penerbangan yang lancar-lancar saja telah mengantarkanku dengan selamat. Wow, aroma udara yang sangat kukenal. Kakak-kakak yang menyapa dengan sangat akrab dan bersahabat, orang tua yang merangkul dengan seluruh kasih sayang. Sanak famili yang datang silih berganti menanyakan kabar atau sekedar mengucapkan terima kasih atas bantuan atau oleh-oleh yang tak seberapa yang kuberikan. Tapi itu hanya bungkusnya, kulitnya. Permasalahan sesungguhnya belum tersentuh, dan setiap orang berusaha keras untuk tidak menyentuhnya. Tidak ada yang bertanya, kenapa setelah bertahun-tahun barus sekarang muncul lagi. Mengapa seperti menghilangkan diri, mengapa melarikan diri. Tak ada yang bertanya seperti itu dan kuyakin sekali memang tak bakal ada yang bertanya.
Emak sudah tua dan sering sakit-sakitan, terutama kakinya yang terkena asam urat dan rematik. Lebih-lebih ketika musim hujan dan suhu udara menjadi sangat dingin. Melebihi dingin pada hari-hari biasa. Ketika itu emak sudah tak dapat berjalan lagi. Beruntung ada dokter keluarga yang disediakan pemerintah untuk mereka yang senantiasa dengan sangat telaten mengobatinya.
Bapak masih gagah, walaupun sudah tidak memiliki rambut, hanya uban. Masih kuat ke kebun memungut salak atau memetik kelapa dengan mengerahkan beberapa orang pekerja. Kesawah? Sudah sejak lama tak diurusi sendiri. Selalu digarap orang lain.
Mmm, ada hal baru yang sangat menarik. Di kampungku sekarang dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Air alias PLTA dengan kekuatan 3 x 70 MW. Lumayanlah. Dampaknya adalah terciptanya bendung yang sangat luas yang menjadi lahan usaha penduduk sekitar untuk membuat kolam terapung atau sekedar mencari ikan dengan jaring, jala atau pancing. Bagi anak muda sekitar, menjadi objek wisata. Dengan ongkos getek Rp. 5000,- sudah dapat menikmati pemandangan alam yang indah apalagi dengan seorang kekasih disamping, wah lebih indah lagi.
Sahabat-sahabat telah banyak berkurang, hanya tinggal beberapa orang saja itupun sudah berkeluarga semua. Jadi, tentu sudah tidak bisa lagi berlama-lama ngobrol. Masih ada satu yang masih bisa diajak rerasanan. Nah disinilah semuanya terkuak lagi.
Udara dingin, sangat dingin hingga menembus jaket, kaos, kaos singlet, kulit, daging, tulang hingga sunsum! Teh manis yang disajikan Anik istrinya yang ketika ditaruh di atas meja masih mengepul, hanya dalam beberapa kejap langsung dingin. Seruputlah ketika masih mengepul itu kalau mau merasakan hangatnya.
“Kemana kita?” Hadi membuka rencana.
“Emang masih bisa jalan-jalan?”
“Bisa aja.”
“Anik gak bakalan marah?”
“Gak lah, masa temen lama datang ngajak jalan kok marah. Traktir baso ya? Pengen ngrasain duit Jakarta, apa manis apa pahit apa asem gitu.”
“Boleh, kaya cewek aja makan baso.”
Dua pasang kaki kembali menyusuri jalan kampung itu.
“Gak mampir sini dulu?” Hadi bertanya ketika melewati sebuah gang.
Aku tahu yang dimaksudnya. Dulu dalam gang itu ada dua orang kekasihku. Erna dan Yudar. Erna yang putih bersih, dan Yudar yang cantik jelita. Cantik sekali. Lengkapnya Alda Yudarti. “Beli baso di mana?”
“Dibawah rumahnya Kamong aja.”
“Kamong? Kamong siapa?”
“Adiknya Ugeg. Dulu pacarmu juga.”
Oh my, iya baru ingat dulu Kamong pacarku juga. “Di mana dia sekarang ya?”
“Ya pasti dah nikah lah, katanya anaknya udah dua.”
“Ooh.”
Baso terhidang. “Dah ketemu Dewi?”
Ah nama itu lagi. Iya Dewi cinta pertamaku. “Bagaiman dia sekarang? Dulu dia meninggalkanku dengan menikah dengan mang Slamet itu. Uang memang bisa mengatur semuanya. Bahkan cinta yang sedang bersemipun bisa dilumat habis hanya karena keluarga Dewi menggantungkan hidup kepada mang Slamet itu.”
“Dia sekarang jadi gendut, disamping juga sudah tidak kaya lagi, sudah miskin. mang Slamet kalah judi terus. Tuh ada si Yani.”
Sekali lagi dadaku bergetar. Yani adalah perempuan yang dulu jadi pacarku juga. Bukan niat memacarinya, tetapi semata-mata menumpahkan sakit hati kepada keluarganya Dewi. Yani adalah pacar Prayit kakaknya Dewi. Aku merebutnya. Dan Yani memang jatuh cinta padaku.
Pulang sekarang, setelah kenyang dengan baso yang sebenarnya tidak begitu lezat, hanya murah. “Masih ingat jalan kesana?” Hadi menunjuk sebuah gang yang gelap. “He he he.” Aku tahu maksudnya, dulu di sana rumahnya Dain, pacarku juga.
Masih banyak lagi nama yang bisa disebut. Ada Mega, ada Nyayu ada Maini ada Ermida. Ada juga nama yang Hadi tidak tahu. Seperti Del, lengkapnya Delmiati, temen, tetangga, temen sejak SMP hingga kuliah, dia di fakultas hukum. Hingga saat ini juga belum menikah. Ada Dian, Ada Cui, ada banyak nama lagi dan ada yang aku lupa namanya.
“Sekarang kita dah sama-sama tua, boleh tanya sesuatu?” Hadi memecah sunyi di teras rumahnya, rumah mertuanya.
Tumben kok nanya seperti itu. “Boleh, mau tanya apa?”
“Dulu kamu naksir Aten juga?” Maksudnya Yatina
Oops pertanyaan macam apa itu? “Aku harus jawab apa?”
“Jawab sesuka hatimu saja. Gak ngaruh lagi kok. Dia kan udah menikah bahkan udah cerai lagi.”
“Tidak!”
“Bohong!”
“Kenapa?”
“Dulu uwak terang-terangan ingin menikahkan kalian, masih ingat?”
“Yaaaah..., mungkin begitulah.”
“Kamu memang penakluk sejati.”
“Terima kasih. Penakluk yang gagal. Kamu dah punya dua buntut. Sementara aku apa? Tak punya apa-apa....?
“Punya banyak uang, punya rumah punya pekerjaan bagus, punya mobil...”
“Gak, kalo mobil itu pinjam, punya pemerintah.”
“Apa susahnya bagimu memilih seorang pendamping hidup?”
“Iya..... tak tahu juga, mungkin memang nasib.”
“Aku ingat dulu bagaimana kami seperti hanya menunggu sisa-sisamu, bahkan ada kata-kata, biarkan Ijar puas dulu, kalau nanti ada yang gak kepake ama dia baru giliran kita.”
“Ha ha ha.” Emang luar biasa.
“Dengar-dengar dulu kamu pacaran sama Cina ya? Siapa namanya, Aili ya” Maksudnya Ai Lie, si Mei Ai Lie itu.
DEG!
“Sampai-sampai orang tuamu marah besar....”
“Dah dah, itu dah berlalu itu dah lama!”
“Oh maaf.”
“Hhhhhh.... iya Di, semuanya telah berakhir. Padam! Kita memang belum bisa menerima. Kita memang egois....”
“Kamu masih menyalakan orang tuamu?”
DEG lagi!
“Tidak-tidak...!”
“Iya, tapi kamu menghukumi dirimu sendiri!”
“Aku pamit dulu ya, dah malem.”
“Ooh kok cepet amat? Iya iya, Waalaikum salam...” Hadi tergesa menjawab ketika aku dengan sambil lalu mengucapkan salam.
Udara semakin dingin dan embun mulai pelan-pelan turun. Pulang kampungku baru hitungan jam dan luka itu sudah berdarah lagi. Udara yang dingin keliwat-liwat membuatku meringkuk, menggulung badan dibawah selimut tebal. Ketika itu benakku melayang jauh, menjangkau seseorang di ujung pulau, di ujung negeri, di ujung serambi. Betapa inginnya aku ketika itu menelusupkan kedua tanganku yang tertangkup kebawah ketiaknya agar mendapatkan walau sedikit saja hangat dari badannya, dari cintanya. Kekasih, inilah kerinduan yang lain itu, inilah oleh-oleh sesungguhnya dari kampung.

Minggu, 21 Januari 2007

kekasih ku...

kekasih ku...
kekasih ku....

aku cuma ingin kau membuatku bisa lebih mencintai mu lagi saat ini, aku ngomong begini bukan karena aku sudah tidak mencintaimu lagi dan bukan karena aku ingin memaksakan diri untuk tetap senantiasa mencintai mu.

tapi aku rasa aku perlu memberi tahu mu soal perasaan ku, juga kapan saat-saat aku memerlukan cinta yang luar biasa dari mu. karena, keseharian kita, kesibukan kita dan kepadatan aktivitas kita membuat kita kadang kerap lupa kapan diri kita harus menyenangkan orang lain, kapan kita harus bersikap memperhatikannya secara lebih, kapan kita harus membuatnya agar tergila-gila kepada kita. dan inisiatif ku memberi tahu mu ku pikir bukanlah sesuatu yang berlebihan.

aku hanya takut ada angin yang akan membuat ku terlepas lagi dari dekapan mu, sedang aku sudah merasa hangat dan nyaman memeluk mu. meskipun cincin kecil ini sudah lebih dari cukup untuk membuat ku mencintai mu tetapi tak ada salahnya kan kalau aku minta besok pagi sebelum berangkat kerja aku ingin kembali diselimutkan oleh mu setelah kau kecup keningku seperti biasa. atau kau bisa meletakkan setangkai mawar hutan mu didekat sarapan ku yang telah kau sediakan.

ahh...
aku tidak terlalu manja kan kekasih ku?
percayalah... aku memilih mu bukan karena kau bisa melakukan semua itu, tapi karena kau satu dari dua lelaki hebat yang saat ini ku kenal. aku memilih mu bukan karena kau pintar membuatku berbunga, tapi karena kau tak sombong untuk menangis dalam pelukan ku. karena kau tak malu menggantikan popok bayi dan mengikat tali gurita...

hm...
kadang aku merasa dengan kekanakan ku telah ikut membuat mu menjadi kenakan juga
dengan kemanjaan ku telah membuat mu menjadi manja bahkan akhir-akhir ini kulihat kemanjaan mu seperti sudah diambang batas...jangan terlalu berlebihan nanti aku tak mau menyiram melati itu lagi...bisa byangkan bila melati itu tak lagi berbunga?...tak ada kesempurnaan pada malam-malam yang sering kita ceritakan itu....

Sabtu, 20 Januari 2007

^v^

^v^
Ihan itu kuat, tetapi lebih bijakasana karena kesalehannya
Ihan itu kuat, tetapi lebih mulia karena ketaqwaannya
Ihan itu kuat, tetapi lebih terhormat karena imannya
Ihan itu kuat, tetapi lebih abang cintai karena memiliki ketiganya

Kembalinya Aku

Kembalinya Aku
seekor burung kecil mengajakku terbang kemarin malam, sebenarnya aku tak ingin tapi aku juga tidak bisa menolak. memang semuanya serba menakjubkan, kita bertemu disana dan akhirnya sebuah cerita baru terjadi lagi, pasir-pasir terukir yang pernah tersapu ombak keegoisan kita tertata kembali menjadi lelembutan karang-karang sebagai sebuah komitmen baru. semuanya menjadi serba biru lagi, bercahaya persis seperti purnama yang kita lihat saat kita tidur diatas pasir diawal perjalanan cinta kita. dipantai yang tak seorangpun pernah kesana, karena letaknya hanya ada dihati kita.


mengenalmu adalah sebuah pengejawantahan bagi ku, semuanya berpijak atas dasar cinta dan rasa saling percaya, juga bulir-bulir kegilaan yang dikemas dengan kematangan logika dan usia kita. mencintaimu adalah pengecualian dari semua rasa yang pernah diberikan oleh laki-laki. semuanya memang tidak sempurna dan sangat jauh dari kesempurnaan tapi tidak salah kan mengharap kesempurnaan? mencapai sempurna untuk sebuah keutuhan dan totalitas dalam mencintai, kesempurnaan mengekspresikan rasa dan naluri. juga kesempurnaan benci yang sering tanpa sadar didengungkan oleh mereka-mereka yang tidak perlu disebutkan siapa.


jangan fikirkan soal riak-riak yang pernah hampir mencelakakan kita, semua ada resikonya bukan? dan yang selalu kau ajarkan pada ku adalah bagaimana menghadapi hidup dengan bijak.

Episode Hilang

Episode Hilang
"salju" yang hilang

sekali ini aku aku benar-benar menangis, bukan sebuah kesia-siaan tapi karena aku benar-benar sedang cemburu. beginikah rasanya cemburu dengan perumpamaan yang tak serupa? beginikah rasanya kehilangan? beginikah rasanya memeluk salju?

bukan panas yang salah, tapi aku lah yang tidak bisa menjadi freezer yang berarti. aku benar-benar gemetar, melebihi geletar ketika aku merasa kesakitan. tapi tetap saja itu tidak bisa menjadikan yang cair kembali beku. tidak bisa mengembalikannya menjadi kristal-kristal air yang cantik dan mempesona. dan aku kehilangan "salju".



Peralihan Identitas

aku anak kecil yang telah membuatmu "pusing" kata mu semalam, aku mengerti dan aku sangat mengerti. semuanya hanya salah paham saja sebenarnya, aku memaknai lain dan kau memaknai lain. pun begitu mendengar kau memanggil namaku adalah sebuah keistimewaan, apalagi dengan sebutan-sebutan yang sering kau salah-salahkan, atau kau mulai terbiasa? dan aku menambahkan sebutan baru dibelangkan namamu, tapi kau termasuk kategori istimewa dalam catatan keseharian ku.

aku jujur, dan kau pun telah jujur, jujurku membuat ku sakit pun begitu juga kau. tapi sebelum semuanya menjalar jauh ku pikir pernyataan semalam adalah yang terbaik bukan? aku tak pernah merasa menang meski kau bilang akulah pemenang dalam hal rasa ini, aku juga tak menganggap mu kalah apalagi sampai kalah telak seperti yang kau kira. tak ada pemenang dan si kalah dalam urusan ini. aku bahkan sangat kaget ketika kau menyapaku dengan bahasa keseharian ku yang ku tahu itu sangat tak biasa bagi mu, aku merasakan kau pun hampir menangis dimalam tua itu tapi senyum mu selalu mengembang seperti kelopak melati yang tak pernah luruh. kakak... semuanya memang membingungkan ya???


Oase

aku sudah menemukan oase,
yang puisinya melekat dijari dan selalu kubawa kemana pun aku pergi
aku memeluk oase ditengan panas dan hujan

Jumat, 19 Januari 2007

D H

D H
beberapa minggu terakhir ini kondisi kesehatan ku memang ngga jelas, kadang aku hampir-hampir jatuh kalau sudah terlalu sakit. kadang juga aku sama sekali tidak bisa membuka mata dan kepalaku sakitnya luar biasa. terutama bagian depan dan belakangnya.

selama itu pula aku tak pernah mengurusi rumah maya ku lagi, kubiarkan terbengkalai dengan halaman yang tidak bersih, aku sama sekali tidak merapikannya. bukannya tidak ingin, tapi melihatnya saja sudah membuat kepalaku terus berdenyut dan berdenyut. memang tidak ada yang berarti selama ini yang bisa kulakukan.

kemarin ada beberapa tulisan kumal yang sebenarnya tak layak untuk dipublish disana, tapu setidaknya lumayanlah untuk membuat suasana baru dirumah tak berpintu itu. dan hari ini sepertinya memang tidak bisa ditunda lagi kalau aku tidak mau dihukum. ingin menuliskan sesuatu dengan waktu yang sesingkat-singkatnya. menulis apa saja tetapi bukan soal perasaan ku. karena perasaan ku sedang kosong. mungkin aku akan mati tak lama lagi.


dear haning...
puisi cinta untuk mu ada dijari manis ku sekarang, jangan lagi berfikir tidak ada apa-apa untuk mu, jangan lagi berfikir semuanya hanya catatan usang yang sama sekali tidak ada artinya. aku sudah belajar untuk mengutuhkan semuanya, tidak ada bukan berarti lupa atau dihilangkan, tidak ada bukan berarti tak ingat atau sengaja tak diingat.


tangan ku mulai dingin, bukan karena puisi yang selalu bergantung dijari ku, bukan juga karena yang satunya masih ada dilemari pakaian ku. entah apa yang membuat tiba-tiba aku pucat dan kedinginan dan aku merasa sangat lelah, lelah sekali. tangan ku gemetar ketika sedang menuliskan kalimat-klimat ini, but...semua ini untuk mu. sekotak cinta dari perempuan biasa kepada satu lelaki hebat, kamu!

kedepan aku cuma butuh sedikit energi dari mu untuk memapahku berjalan dari taman kecil yang banyak melatinya itu,

Kamis, 18 Januari 2007

Mel, aku jatuh cinta lagi...

Mel, aku jatuh cinta lagi...
Mel,
memperhatikannya berbicara memang menyenangkan
mendengarkan suaranya selalu membuatku berdebar-debar. kau masih ingatkan cerita beberapa waktu lalu? saat aku mengatakan bahwa aku jatuh cinta. hari ini aku kembali mengatakan, bahwa mencintainya memang luar biasa. pengecualian itu Mel...


Mel,
aku sempat mencari-cari alasan apa yang kira-kira masuk akal untuk jatuh cinta pada nya, tapi seperti tak pernah ku dapatkan selain alasan yang itu-itu saja. terlalu klise untuk mengakui semuanya. apakah aku sudah cukup dengan cinta luar biasa itu saja menurut mu Mel? jawabanku adalah tidak, karena aku belajar mencintai bukan untuk memeluk adalah darinya.


aku belajar berinteraksi agar cinta lainnya kudapatkan dengan cara yang lebih istimewa, meski sempat berganti peran sebagai ini dan itu, meski aku harus menjadi sesuatu yang memang belum layak kulakukan. tapi toh tak ada yang bisa membuatku istimewa seperti dia memperlakukan ku.


aku belajar mencintai laki-laki dengan cara ku yang berbeda Mel, disaat yang bersamaan aku juga membenci laki-laki dengan rasa yang sukar kujelaskan. laki-laki yang kutemui, ingin rasanya ku buat mereka sesakit mungkin dengan cara ku sendiri, tapi tentu saja itu tidak berlaku untuk dia Mel. aku tak perlu mengajarkan mereka menjadi pengkhianat sebab mereka memang sudah menjadi pengkhianat.


kau berfikir aku kejam kan Mel?
tidak untuk Zal, tidak untul Haning, juga bukan untuk seseorang yang kupanggil "adik kecil"
mungkin aku memang kejam, mungkin aku terlalu tidak berperasaan, tapi itulah yang terjadi. kadang aku harus berpura-pura menyanjungnya agar aku bisa mengatakan "diagnosaku tak salah" tentang mu. ah Mel...entah sejak kapan aku menjadi kejam dan jahat seperti ini, mungkin sejak mereka mengajarkan sesuatu tentangku dengan cara mereka yang menjijikkan itu. sesopan apapun bahasanya Mel, tetap saja larinya ke tanjung air keruh itu.


salam cinta kepada zal, haning dan adik kecil

Pertemuan

Pertemuan
apa sih yang kau pikirkan tentang pertemuan? sekedar bertemu diwarung kopi sajakah lalu pergi dan setelah itu tak pernah ada pertemuan berikutnya? atau duduk di trotoar jalan dengan segudang cerita yang mengundang perhatian orang karena kekeh dari suara yang kau keluarkan? mungkin bukan kedua-duanya menurutku, sebab salah satunya hanya sebuah kebetulan saja. pertemuan tidak harus bertemu mata dengan mata bukan? hati dan hati saja sudah cukup menurut ku. tapi keindahan itu terletak pada perpaduan mata dan hati yang saling berirama, seperti pertemuan kita.

pertemuan kita adalah akad. sedangkan yang terjadi hanya sebuah pelampiasan, aku tahu kenapa kau harus bertanya seperti itu. karena aku sudah melakukan jauh sebelum kau datang. mungkin kau tidak tahu, bahkan aku sendiri pun tidak tahu kenapa. sebuah siang memang sudah berlalu. tapi sore sore berikutnya adalah pengejawantahan.

sekarang aku mengerti hakikat dari sebuah pertemuan. usah kau tanya mengapa. tanya pada matahari dan rintik hujan yang menggiring pertemuan kita tepat diambang batas sadar.

Puisi Kepada Musafir

Puisi Kepada Musafir
mencintaimu adalah pengecualian
dari semua kumpulan rasa dan hasrat
lorong-lorong yang terlewati pada penghujung malam yang gelap
abstrak dan tak berujung
masing-masing saling mentafsirkan sendiri sendiri
merangkak menterjemahkan bungkahan rasa yang menggelegak
tau kah kau tentang selembar selendang?
yang berfungsi sebagai penutup tubuh yang tak utuh?
juga tentang setitik noktah merah
untuk ditorehkan pada hati yang basah hingga akhirnya membeku


I

daun-daun mulai berganti warna
sedang kita tetap seperti ini
kuncup kuncup sudah berkali-kali mekar
kita tetap diam dalam selimut usang
saling pandang dan tanpa kata kata
sementara hati menjalar menaiki tebing rasa yang tinggi dan curam
ku serahkan sebuah kata sebagai pelampiasan
tentang amarah sekaligus hasrat yang meleguh

II

kau diam
hati mu berbicara
aku tertawa
hati ku menangis
pilih mana
menjadi aku atau kau
pilih mana menjadi angin atau pohon
sedang aku tetap daun

III


katakan saja kapan kau ingin berlayar
selembar surat sudah kusiapkan untuk kutitipkan
sebuah busur lengkap dengan anak panahnya
dalam diam
kau tetap tak berkata-kata
kau tahu malam kan?
yang membungkus matahari menjadi tak terlihat


IV

sebuah penutup tanpa pengantar
sebuah epilog tanpa prolog
rasa dan hasrat
tanya pada hati mu

Jumat, 12 Januari 2007

catatan usang di terminal tua

catatan usang di terminal tua
hidup memang kumpulan puzzle yang rumit, tidak cukup umur belasan tahun untuk bisa memecahkan teka-tekinya. begitulah, kian hari makin banyak keanehan dalam hidup yang kutemui yang semakin membuatku tidak mengerti. belakangan aku sedikit meraba, penyebabnya adalah cinta. kadang timbul pertanyaan di hati kecil ku, kenapa cinta harus semanis ini tetapi juga sekejam ini sampai aku pelan-pelan telah berubah menjadi manusia kejam dan sadis.

aku berbicara begini bukan karena sangat mengerti soal cinta, bukan pula kerena aku pernah kecewa oleh cinta. aku beruntung sampai sekarang masih punya cinta yang mencintai ku dan aku mencintai cinta. dua lelaki hebat!

aku hanya heran pada cinta yang mabuk, cinta yang mengenyampingkan logika, cinta yang mengabaikan nasehat orang tua, cinta yang mengatakan " mari kita kawin lari!"


aku pernah jatuh cinta dan aku gila sampai hari ini, aku bisa melakukan apa saja dengan kegilaan ku sampai hari ini. dan hanya aku yang tahu kegilaan ku sampai hari ini. tapi aku punya cinta yang mengajarkan bagaimana cara mencintai yang hebat dan gila tapi menjunjung tinggi akal dan pikiran.

apapun alasannya, cinta dan mencintai adalah fitrah manusia. aku berkaca dari hidup dan kejadian, ketika malang datang memang tidak dapat ditolak. sesuatu yang tidak diinginkan pun terjadi. dan sudah begitu hukumnya.

sesuatu yang tak kurasakan membuatku mempunyai persepsi berbeda tentang dunia laki-laki, laki- laki dan perempuan sebagai satu kesatuan yang utuh dan saling membutuhkan namun terkoyak oleh banyaknya tikus-tikus yang ku temui. kadang aku begitu membenci mereka, tapi disisi lain, dua lelaki hebat ku mengejawantahkan semua itu.

aku menjadi kejam karena sering berdialog dengan mereka, jangan salahkan aku tapi salahkan tikus-tikus itu. setiap kali berdialog, ketika mata kami bertemu, ketika balasan-balasan mungil itu muncul setiap itu pula aku selalu berteriak Dasar Tikus!!! hahahahaha....dan sayangnya ada yang tidak menyadari itu. padahal aku sudah katakan dengan sangat vulgar.

sebuah catatan usang dihati dari terminal tua, saat bayangan-bayangan rindu saling berkelebat dengan kebencian dan kebengisan. bukan dendam tapi entah apa.

Sabtu, 06 Januari 2007

rindu

rindu
-----han sayang, aku dah pulang, aku langsung menelponmu, ingin tahu tentang khabarmu, tentang banjir bandang di aceh, semuanya tak dapat aku lakukan di pelosok kampung halaman. Udara dingin, yang hanya berkisar 18 - 20 oC membuatku jatuh terjerembab dalam flu dan gatal-gatal sekujur tubuh. nafas yang tersumbat dan mata yang terus menerus berair tidak memungkinkankan aku menjangakau wartel atau warnet yang adanya di ibukota kabupaten. ah betapa rinduku padamu tak tertahankan.......
han kakak rindu padamu-----


assalammualaikum kakak sayang...
banyak hal yang ingin aku ceritakan kepada mu, tentang cerita setahun lalu, banyak warna dan pelangi yang telah berkumpul menjadi pilar-pilar rindu dan mengalir dalam nafas kita bukan? aku rindu sekali hari ini, bukan, tepatnya sejak setahun lalu...aku ingin memeluk mu dengan mesra seperti waktu itu....