sangat sepele sekali, bila ia bisa diambil dari setiap pantai yang melintang di timur dan barat bumi itu. dan aku menyadari, permintaan itu sangat berat sekali, lebh berat dari seribu ciuman yang kita kiaskan kepada awan yang melintas dicakrawala. sebutir pasir, atau segenggam, memang bukan sebuah perlambang atas perasaan apapun. juga bukan bentuk sebuah ketulusan atau keinginan untuk berkorban yang luar biasa. sebab pasir ini tak sama, ia tak ada ditempat lain, apalagi ditempat ku duduk memandangi senyum mu saat ini.
aku akan mengatakan, cintaku akan dibawah sampai kenegeri asing berikutnya, meninggalkan jejak langkah diatas pasir yang dihembus angin diatas kepolosan bumi tanpa ombak dan riak, dengan gelombang yang berdendang mengikuti langkah angin.
aku pernah bermimpi, dengan pasir itu cintaku akan berkali lipat bertambah, rindu ku mungkin akan melebihi gurun tempat dimana ia berasal, tapi apakah semuanya akan berakhir karena memang ia belum boleh ku miliki sekarang? tidak untuk waktu sesempit ini, bahkan besok aku belum tahu. pesan-pesan panjang yang kau sampaikan saat detik-detik pertemuan kita kembali mengiang, menerawang mengapung dibayangan hati untuk tetap mengindahkan semua itu, sebagai bentuk penghormatan sebagai awal kehangatan pada waktu berikutnya. cinta telah mengajarkan kita bersabar kepada waktu, memberikan kita kehangatan sekalipun tengah berhujan-hujan. cinta, mengajarkan air mata yang sempurna dengan balutan senyum keihklasan, bahwa aku harus berfikir realistis, tidak ada yang kekal, apalagi tentang cinta dan perasaan.
tidak seperti kemarin-kemarin, kali ini aku benar-benar sedih, meski sebenarnya senyum itu telah kau titipkan beberapa hari yang lalu. rindu itu telah kau paketkan, dan kau kirim melalui mimpi tentang pertemuan diantara kita. mengapa pula yang ku pertanyakan tentang sesuatu yang tidak perlu dijawab? aku tak sama dengan orang lain, rindu ku tak bisa dibagi melalui cerita kepada tuan-tuan tanpa identitas.
ini barangkali adalah sebuah perjalanan waktu, banyak sekali persimpangan yang harus kita lalui, tikungan-tikungan, kembali aku teringat akan pasir yang pernah kita bicarakan beberapa tahun yang lalu.
ia akan terus berjalan walau tanpa pasir dengan wujud asli, sebab pasir yang sebenarnya telah terjalin dengan cinta dan rindu yang sempurna dalam jiwa. cinta itu tidaklah terlalu indah, tetapi menjadi sangat indah saat ia bisa dihargai dengan hati terbuka.
peluk cinta dan rindu; kepada yang memberikan pasir
0 komentar:
Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)