siapakah yang paling kejam didunia ini? Fir'aun? Hitler? atau Musuh kita? tidak semuanya, karena sesungguhnya yang kejam adalah diri kita. dalam lingkup yang paling kecil misalnya, kita melakukan kesalahan, katakanlah memecahkan piring saat mencucinya dan orang tua memarahi kita. lalu, apakah kita bisa mengatakan orang tua kita kejam? tidak! karena kita yang ceroboh. hingga piring tadi pecah yang menyebabkan orang tua kita marah.
dalam lingkup yang lebih khusus lagi, banyak sekali orang yang menyalahkan cinta dan mengatakannya kejam. sederhana saja pertanyaannya, apakah cinta itu kejam? tentu saja tidak. cinta itu anugerah, cinta itu nikmat, cinta itu punca kebahagiaan. lalu, mengapa ada orang yang sampai hati memberi stigma kejam pada cinta.
kalau saja kita bisa berhati-hati dengan diri kita sendiri, tentu kita tidak pernah terjebak oleh cinta. mengapa kita berani jatuh cinta bila tidak pandai mengelolanya? sama halnya dengan mencuci piring tadi, mengapa kita teledor, mengapa kita lengah hingga ia lepas dari tangan kita. begitu pula halnya dengan cinta, kalau tidak siap untuk kehilangan maka sederhana saja, jangan jatuh cinta. kalau tidak ingin terluka maka jangan kurung cinta dihati, cukup diakal saja.
tapi, muncul pertanyaan lainnnya. bisakah mencintai tanpa hadirnya rasa dari hati? atau...sempurnakah cinta tanpa mencintai sepenuhnya yang hanya bisa dilakukan oleh hati? jawabannya adalah tidak! sebab semuanya akan pincang. logikanya, siapa yang ingin dipermainkan perasaannya? tidak ada. jangankan manusia, hewan saja ingin disayangi secara utuh. tetapi mengapa pula masih ada kejadian seperti itu? kembali lagi ke permasalahan awal. ritme kehidupan ini selalu bergerak. yang terjadi besok tentu saja tidak dapat kita prediksikan hari ini.
dalam lingkup yang lebih khusus lagi, banyak sekali orang yang menyalahkan cinta dan mengatakannya kejam. sederhana saja pertanyaannya, apakah cinta itu kejam? tentu saja tidak. cinta itu anugerah, cinta itu nikmat, cinta itu punca kebahagiaan. lalu, mengapa ada orang yang sampai hati memberi stigma kejam pada cinta.
kalau saja kita bisa berhati-hati dengan diri kita sendiri, tentu kita tidak pernah terjebak oleh cinta. mengapa kita berani jatuh cinta bila tidak pandai mengelolanya? sama halnya dengan mencuci piring tadi, mengapa kita teledor, mengapa kita lengah hingga ia lepas dari tangan kita. begitu pula halnya dengan cinta, kalau tidak siap untuk kehilangan maka sederhana saja, jangan jatuh cinta. kalau tidak ingin terluka maka jangan kurung cinta dihati, cukup diakal saja.
tapi, muncul pertanyaan lainnnya. bisakah mencintai tanpa hadirnya rasa dari hati? atau...sempurnakah cinta tanpa mencintai sepenuhnya yang hanya bisa dilakukan oleh hati? jawabannya adalah tidak! sebab semuanya akan pincang. logikanya, siapa yang ingin dipermainkan perasaannya? tidak ada. jangankan manusia, hewan saja ingin disayangi secara utuh. tetapi mengapa pula masih ada kejadian seperti itu? kembali lagi ke permasalahan awal. ritme kehidupan ini selalu bergerak. yang terjadi besok tentu saja tidak dapat kita prediksikan hari ini.
0 komentar:
Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)