Hidup adalah pilihan
Jika saja lelaki berhati bening itu ada di depan ku, aku ingin sekali mengatakan bahwa hidup ini sebenarnya tidaklah terlalu rumit, tidaklah seperti teori arimatika yang bikin pusing kepala. Paling tidak masih ada pelangi-pelangi yang bermunculan di tengah-tengah kemendungan yang terus menerus menjelagai hidup ini. Antara hitam dan putih, yang membentuk lengkungan pelangi tak biasa, juga merupakan kenikmatan tiada tara bagi diri yang mencari muara optimisme.
Tapi lelaki itu jauh disana, bermain dengan angin padang pasir yang tandus. Hanya suara-suara halus yang sesekali ia kirimkan kepadaku. Memenuhi benak jiwa yang kadang membuat sesak dan terdesak. Terdesak untuk mengatakan apa yang membendung hati selama ini, walau untuk itu kadang harus menjadi lima tahun karena harus merengek-rengek.
Hidup adalah pilihan lelaki beningku, pilihan untuk tidak memilihmu dan pilihan untuk menciptakan kebeningan lainnya. Bukanlah keharusan membentuk oase pada hati yang lain, tapi bila oase itu lebih bermakna dan banyak memberi kehidupan, aku kira kita telah sepakat untuk tetap mewujudkannya. Pada saat itulah kita mengalami pendewasaan diri yang maha hebat, mengejawantahkan keinginan hati dan berpegang teguh pada apa yang menjadi keharusan.
Kebeningan lain yang tercipta setelah engkau, bukanlah kekalahan atas sesuatu yang tidak bisa tercapai. Tapi suatu pengecualian atas puzzle yang kita bangun sejak empat tahun yang lalu. Selama itu telah banyak tumbuh perdu-perdu kuat dalam diri kita. Perdu-perdu yang melahirkan keajaiban-keajaiban dalam diri kita. Tidak akan pernah terlupakan bagaimana dialog-dialog indah hadir dalam baris-baris yang tersusun rapi. Dan semua itu tidak ada yang bisa menggantikan.
Jika hidup memang pilihan, maka aku sudah memilihnya untuk menciptakan telaga yang lebih baik. Bukankah aku sudah menceritakannya kepadamu beberapa waktu lalu. Masa transisi yang berat lelakiku, sampai-sampai aku lupa bahwa ada pengorbanan yang lebih besar lagi yang dialami oleh orang-orang. Tapi memang begitulah, kebeninganmu tak tergantikan oleh ucapan cinta dan sayang dari siapapun.
Darimu aku belajar tentang cemburu, darimu pula aku belajar tentang memaknai sesuatu. Aku hanya butuh semangatmu, butuh candamu, butuh kata-kata bijakmu, dan aku rindu kegilaan yang pernah kita lakukan. Kita sama-sama ingin mengulangi semua kepingan-kepingan itu. Darimu pula aku belajar setia pada setiap purnama yang dilingkari garis berwarna perak, aku suka memperhatikannya karena disanalah aku belajar tentang cahaya yang kau berikan untuk diriku.
Dari bias bulan aku menghitung hari yang kau berikan kepada ku, menghitung detik-detik kepergian dan kedatanganmu. Menunggu kau datang dengan mengantongi rindu pada keresek hatimu. Aku bahagia sekali menunggu masa-masa itu, rasanya tidak ada yang lebih hangat selain cintamu yang besar yang selalu memeluk hatiku.
Aku tertawa membayangkan kemarahanmu, sama seperti kamu mentertawai aku setiap kali aku meletup-letup saat kamu datang. Itulah kita, kadang-kadang sok dewasa, kadang-kadang seperti anak kecil yang berebut lolipop saat keinginan kita tidak terpenuhi. Lelaki bening, hidup ini benar-benar pilihan ya? Kalau tidak, mungkin aku sudah banyak melakukan hal gila lainnya.
Aku suka memanggilmu dengan banyak nama, bahkan sekarang aku memanggilmu menjadi lelaki bening. Kamu serupa air yang kecil, yang mengalir lembut dihatiku dan terus bergemericik, menandakan bahwa kamu hidup dalam jiwaku. Setelah sekian lama, aku baru memanggilmu begitu malam ini, setelah melewati pasang surut alur cerita yang rumit, itulah dirimu. Ada dan terus ada.
Lelaki ku, aku meniru kesetiaan dari nenek dan kakekku. Dari ia memberi cinta kepada satu sama lainnya, dari ia menceritakan satu sama lainnya kepada orang lain. Tetapi tentangmu, aku hanya bercerita dengan akal dan pikiranku. Dan semakin aku menceritakanmu, semakin aku merasa cemburu pada diriku sendiri. Kepingan inilah yang tidak pernah aku temukan jawabannya.
Ketidak rumitan itu ternyata juga membutuhkan pemecahan-pemecahan yang arif, cara-cara yang bijaksana agar tidak ada oase yang tersakiti dan keruh. Itulah yang selalu aku lakukan, tapi seringkali aku menabrak dindingnya.
Jika saja lelaki berhati bening itu ada di depan ku, aku ingin sekali mengatakan bahwa hidup ini sebenarnya tidaklah terlalu rumit, tidaklah seperti teori arimatika yang bikin pusing kepala. Paling tidak masih ada pelangi-pelangi yang bermunculan di tengah-tengah kemendungan yang terus menerus menjelagai hidup ini. Antara hitam dan putih, yang membentuk lengkungan pelangi tak biasa, juga merupakan kenikmatan tiada tara bagi diri yang mencari muara optimisme.
Tapi lelaki itu jauh disana, bermain dengan angin padang pasir yang tandus. Hanya suara-suara halus yang sesekali ia kirimkan kepadaku. Memenuhi benak jiwa yang kadang membuat sesak dan terdesak. Terdesak untuk mengatakan apa yang membendung hati selama ini, walau untuk itu kadang harus menjadi lima tahun karena harus merengek-rengek.
Hidup adalah pilihan lelaki beningku, pilihan untuk tidak memilihmu dan pilihan untuk menciptakan kebeningan lainnya. Bukanlah keharusan membentuk oase pada hati yang lain, tapi bila oase itu lebih bermakna dan banyak memberi kehidupan, aku kira kita telah sepakat untuk tetap mewujudkannya. Pada saat itulah kita mengalami pendewasaan diri yang maha hebat, mengejawantahkan keinginan hati dan berpegang teguh pada apa yang menjadi keharusan.
Kebeningan lain yang tercipta setelah engkau, bukanlah kekalahan atas sesuatu yang tidak bisa tercapai. Tapi suatu pengecualian atas puzzle yang kita bangun sejak empat tahun yang lalu. Selama itu telah banyak tumbuh perdu-perdu kuat dalam diri kita. Perdu-perdu yang melahirkan keajaiban-keajaiban dalam diri kita. Tidak akan pernah terlupakan bagaimana dialog-dialog indah hadir dalam baris-baris yang tersusun rapi. Dan semua itu tidak ada yang bisa menggantikan.
Jika hidup memang pilihan, maka aku sudah memilihnya untuk menciptakan telaga yang lebih baik. Bukankah aku sudah menceritakannya kepadamu beberapa waktu lalu. Masa transisi yang berat lelakiku, sampai-sampai aku lupa bahwa ada pengorbanan yang lebih besar lagi yang dialami oleh orang-orang. Tapi memang begitulah, kebeninganmu tak tergantikan oleh ucapan cinta dan sayang dari siapapun.
Darimu aku belajar tentang cemburu, darimu pula aku belajar tentang memaknai sesuatu. Aku hanya butuh semangatmu, butuh candamu, butuh kata-kata bijakmu, dan aku rindu kegilaan yang pernah kita lakukan. Kita sama-sama ingin mengulangi semua kepingan-kepingan itu. Darimu pula aku belajar setia pada setiap purnama yang dilingkari garis berwarna perak, aku suka memperhatikannya karena disanalah aku belajar tentang cahaya yang kau berikan untuk diriku.
Dari bias bulan aku menghitung hari yang kau berikan kepada ku, menghitung detik-detik kepergian dan kedatanganmu. Menunggu kau datang dengan mengantongi rindu pada keresek hatimu. Aku bahagia sekali menunggu masa-masa itu, rasanya tidak ada yang lebih hangat selain cintamu yang besar yang selalu memeluk hatiku.
Aku tertawa membayangkan kemarahanmu, sama seperti kamu mentertawai aku setiap kali aku meletup-letup saat kamu datang. Itulah kita, kadang-kadang sok dewasa, kadang-kadang seperti anak kecil yang berebut lolipop saat keinginan kita tidak terpenuhi. Lelaki bening, hidup ini benar-benar pilihan ya? Kalau tidak, mungkin aku sudah banyak melakukan hal gila lainnya.
Aku suka memanggilmu dengan banyak nama, bahkan sekarang aku memanggilmu menjadi lelaki bening. Kamu serupa air yang kecil, yang mengalir lembut dihatiku dan terus bergemericik, menandakan bahwa kamu hidup dalam jiwaku. Setelah sekian lama, aku baru memanggilmu begitu malam ini, setelah melewati pasang surut alur cerita yang rumit, itulah dirimu. Ada dan terus ada.
Lelaki ku, aku meniru kesetiaan dari nenek dan kakekku. Dari ia memberi cinta kepada satu sama lainnya, dari ia menceritakan satu sama lainnya kepada orang lain. Tetapi tentangmu, aku hanya bercerita dengan akal dan pikiranku. Dan semakin aku menceritakanmu, semakin aku merasa cemburu pada diriku sendiri. Kepingan inilah yang tidak pernah aku temukan jawabannya.
Ketidak rumitan itu ternyata juga membutuhkan pemecahan-pemecahan yang arif, cara-cara yang bijaksana agar tidak ada oase yang tersakiti dan keruh. Itulah yang selalu aku lakukan, tapi seringkali aku menabrak dindingnya.