Bilik Hati, 01: 52 - 02:55 am
11 September 2008
Kepada Yang Tercinta:
Seseorang yang pantas kusebut Jiwaku
Kau teman baik yang tak pernah ada, teman bercerita yang tak jelas rupa, kepadamu aku pantas bertutur kata, patut menceritakan tentang sebenar rasa yang kokoh bercokol dalam lumbung hati. Sebab kau tak akan mencibir bila ini kesilapan, tak pula memuji bila ini ketulusan.
Mengapa sedih, duka, lara, bermuara pada yang satu, bening air mata laluannya. Dan juga bahagia, rasa senang, keharuan, juga air mata huluannya. Sehingga sukar untuk dibedakan kapan sebenarnya hati merasa sedih, kapan hati merasa senang. Atau sebaliknya perumpamaan, tumpah air mata ini untuk duka atau untuk keharuan?
Aku berterimakasih kepada alam yang telah bersahabat denganku, kepada angin yang telah turut ambil kisah dalam percintaan ini. Kepada bulan dan matahari yang mau menjadi perumpamaan untuk kisah-kisah terdahulu. Aku berterimakasih kepada waktu yang telah mempertemukanku pada seseorang, seseorang yang tidak terlalu bijak dan tidak terlalu baik, sehingga banyak pula yang tidak teralu baik yang kudapatkan. Seseorang yang telah memberikan kisah dalam catatan keseharianku, menorehkan warna sekalipun tidak sesempurna pelangi. Seseorang yang kadang kala diluar kesengajaannya mengirimkan kabut dalam diriku dan menyublim menjadi bulir-bulir air mata kerinduan yang teramat sangat, aku menangis setiap kali mengingat bahwa aku masih mencintai lelaki itu. Lelaki bertajuk seseorang.
Lelaki dengan gelak tawa yang masih sama, dengan senda gurau yang belum berubah, yang telah menjadi inspirasi hampir seperempat umurku. Dia, seseorang bertajuk lelaki yang benar-benar kucintai dengan jiwa. Dan karena itu ia sering lalu lalang tanpa permisi begitu saja. Ia pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal dan datang tanpa mengatakan selamat datang, ia datang begitu saja melalui pertalian sebagai oase ditengah kerinduan yang hampir kerontang. Ia selalu datang tepat waktu, karena itulah aku memanggilnya jiwaku.
Lelaki jiwaku, terlalu banyak nama yang kusematkan untukmu, bukan untuk memujamu berlebihan, bukan pula karena aku terlalu pintar memberi nama, tapi semua itu terjadi begitu saja, tanpa sempat aku berfikir pantaskan kau menyandang nama itu.
Seseorang yang bertajuk laki-laki, yang kucintai dengan sepenuh jiwa dan segenap sadar, dia adalah dirimu, yang tengah membaca tulisan ini sebagai hadiah kecil untuk mengantarmu memasuki usia tertentu. Yang kubawa kemanapun aku pergi, kau selalu dihati, bahkan kepada Tuhanpun aku belum sanggup begitu.
Aku berdiri diambang pintu hatimu, mengantarmu memasuki ruang usia yang baru, tanpa kecupan dan pelukan, sebab itu telah terjadi pada malam-malam sebelum itu melalui pertalian kita yang hangat dan senang. Aku terbisu mengenang masa yang terlewat, tergagap untuk mengatakan betapa masa itu tak merubah sedikitpun apa yang melekat di hati, tersipu ketika kembali harus memanggilmu cinta dan kecupan yang bertubi-tubi sekalipun melalui pertalian.
Aku senang bisa memanggilmu sebagai jiwaku, itu adalah siratan atas suratan yang kita sudah tahu apa yang akan terjadi. Aku berdoa untukmu, aku berpuisi untukmu, sebagai pengiring memasuki hari-hari baru diawal usiamu yang baru ini. Begitulah cara aku mencintai, bergitulah cara aku memberi, begitulah cara aku menjaga sehingga kau tetap pantas untuk selalu dikasihi dan bersemayam di hati.
Bila puisi ini terlalu panjang, maka ini bukan puisi tetapi isi hati, dan tidak ada isi hati yang singkat dan pendek, Kekasih Jiwaku...terimakasih telah memberi kesempatan untuk mencintaimu dengan sepenuh hati, terimakasih telah memberi izin untuk menyayangimu dengan segenap rasa dan asa. Terimakasih untuk hadiah yang tak pernah kering yang kau berikan, untuk selalu bisa merinduimu tanpa berlapis.
selamat hari jadi, peluk dan cium yang lama untukmu
your beloved
0 komentar:
Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)