Meski kesal dan sakit hati saya mencoba menahannya untuk tidak menggerutu, karena sadar bahwa sepenuhnya ini adalah kesalahan saya. Dengan mencoba bersikap tenang saya berusaha untuk tidak menuruti apa yang diminta oleh petugas Polisi Lalulintas yang pagi itu sedang mengadakan sweeping. Tetapi karena kesalahan ini begitu telak sayapun tidak dapat mengelak, Akibatnya saya harus mengeluarkan uang seratus lima puluh ribu rupiah untuk kesalahan saya itu. Dan juga kekonyolan, karena berani mengendarai sepeda motor tanpa SIM dan STNK.
Ini pelajaran penting buat saya, bahkan jauh lebih penting dari nominal yang saya keluarkan tanpa kerelaan untuk sebuah keteledoran seperti itu. Saya merasa ini adalah teguran dari Allah kepada saya, karena pagi tadi saya sudah membohongi seseorang. Tentu saja ketika berbohong pagi tadi saya tidak sempat berfikir akan secepat ini 'hukuman' yang saya terima.
Pagi tadi ketika saya akan berangkat kerja seorang teman datang ke rumah, karena kamar saya ada di lantai dua dia hanya duduk di tangga saja. kondisinya yang sedang hamil membuatnya kelelahan untuk naik ke atas. dia tampak kepayahan, tapi memang begitulah orang hamil lazimnya.
setelah berbasa basi sebentar dia mengatakan maksud kedatangannya, ia bermaksud untuk meminjam uang sebesar dua ratus ribu rupiah pada saya. Dia tidak berani mengatakan kepada suaminya yang baru datang dari luar kota kemarin bahwa dia sudah tidak punya uang. Dia juga sudah mencoba meminjam kepada tetangga sebelah tetapi ia tidak memperoleh pinjaman karena tetangga tersebut tidak mempunyai uang.
Uang di dompet saya tinggal tiga ratus ribu rupiah, kalau saya berikan untuknya dua ratus ribu berarti tinggal seratus ribu, dan itu hanya cukup untuk beberapa hari saja. Lalu bagaimana dengan hari-hari berikutnya, karena dia tidak bisa memberikan kepastian kapan akan membayar pinjaman tersebut. Pun demikian, ia berjanji akan langsung membayar uang tersebut bila tetangga yang meminjam uang padanya sudah melunasi hutanganya. Masalahnya, dia sendiri tidak tahu kapan tetangganya akan membayar hutang tersebut walaupun sudah pernah ditagih. Saya berfikir, alasan apa yang akan saya katakan untuk tidak mengabulkan permintaannya.
Tiba-tiba sesuatu terbersit di pikiran saya dan mengatakan kepadanya bahwa uang saya tinggal seratus ribu rupiah karena sudah habis dipakai untuk membayar biaya balik nama mobil sekaligus dengan pajaknya. Dan uang itu akan dipakai untuk membayar listrik dan air. Tentang pajak mobil itu memang benar tetapi uangnya bukanlah dari saya. Melainkan dari ibu. Tapi entah mengapa harus alasan itu yang saya berikan waktu itu.
Ternyata kata-kata saya menjadi mukjizat, setelah saya menyerahkan uang tilang kepada Petugas saya baru teringat kalau uang saya benar-benar tinggal seratus ribu rupiah di dompet. Dan uang yang sudah saya keluarkan itu memang tidak akan pernah kembali. Ketika itu saya teringat, kalau saja uang itu saya pinjamkan kepada teman saya, tentu uang saya tidak hangus begitu saja. Lebih dari itu pasti Allah akan memberikan pahala kepada saya karena sudah meringankan beban teman. Tapi penyesalan memang selalu datang terlambat Dan saya sadar kalau Allah telah menegur saya melalui alasan yang sama.
Ini pelajaran penting buat saya, bahkan jauh lebih penting dari nominal yang saya keluarkan tanpa kerelaan untuk sebuah keteledoran seperti itu. Saya merasa ini adalah teguran dari Allah kepada saya, karena pagi tadi saya sudah membohongi seseorang. Tentu saja ketika berbohong pagi tadi saya tidak sempat berfikir akan secepat ini 'hukuman' yang saya terima.
Pagi tadi ketika saya akan berangkat kerja seorang teman datang ke rumah, karena kamar saya ada di lantai dua dia hanya duduk di tangga saja. kondisinya yang sedang hamil membuatnya kelelahan untuk naik ke atas. dia tampak kepayahan, tapi memang begitulah orang hamil lazimnya.
setelah berbasa basi sebentar dia mengatakan maksud kedatangannya, ia bermaksud untuk meminjam uang sebesar dua ratus ribu rupiah pada saya. Dia tidak berani mengatakan kepada suaminya yang baru datang dari luar kota kemarin bahwa dia sudah tidak punya uang. Dia juga sudah mencoba meminjam kepada tetangga sebelah tetapi ia tidak memperoleh pinjaman karena tetangga tersebut tidak mempunyai uang.
Uang di dompet saya tinggal tiga ratus ribu rupiah, kalau saya berikan untuknya dua ratus ribu berarti tinggal seratus ribu, dan itu hanya cukup untuk beberapa hari saja. Lalu bagaimana dengan hari-hari berikutnya, karena dia tidak bisa memberikan kepastian kapan akan membayar pinjaman tersebut. Pun demikian, ia berjanji akan langsung membayar uang tersebut bila tetangga yang meminjam uang padanya sudah melunasi hutanganya. Masalahnya, dia sendiri tidak tahu kapan tetangganya akan membayar hutang tersebut walaupun sudah pernah ditagih. Saya berfikir, alasan apa yang akan saya katakan untuk tidak mengabulkan permintaannya.
Tiba-tiba sesuatu terbersit di pikiran saya dan mengatakan kepadanya bahwa uang saya tinggal seratus ribu rupiah karena sudah habis dipakai untuk membayar biaya balik nama mobil sekaligus dengan pajaknya. Dan uang itu akan dipakai untuk membayar listrik dan air. Tentang pajak mobil itu memang benar tetapi uangnya bukanlah dari saya. Melainkan dari ibu. Tapi entah mengapa harus alasan itu yang saya berikan waktu itu.
Ternyata kata-kata saya menjadi mukjizat, setelah saya menyerahkan uang tilang kepada Petugas saya baru teringat kalau uang saya benar-benar tinggal seratus ribu rupiah di dompet. Dan uang yang sudah saya keluarkan itu memang tidak akan pernah kembali. Ketika itu saya teringat, kalau saja uang itu saya pinjamkan kepada teman saya, tentu uang saya tidak hangus begitu saja. Lebih dari itu pasti Allah akan memberikan pahala kepada saya karena sudah meringankan beban teman. Tapi penyesalan memang selalu datang terlambat Dan saya sadar kalau Allah telah menegur saya melalui alasan yang sama.
0 komentar:
Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)