Bingung! Itulah ekspresi yang tersurat dari mimik wajah Yusnidar. Matanya lurus menatap ke layar LCD yang terbentang beberapa meter di hadapannya. Sesekali ia membaca modul yang diberikan panitia kepadanya. Kadang kepalanya mengangguk-ngangguk, berusaha mencBingung! Itulah ekspresi yang tersurat dari mimik wajah Yusnidar. Matanya lurus menatap ke layar LCD yang terbentang beberapa meter di hadapannya. Sesekali ia membaca modul yang diberikan panitia kepadanya. Kadang kepalanya mengangguk-ngangguk, berusaha mencerna setiap informasi yang disampaikan oleh pembicara.
Jumat, 28 November 2008, Yusnidar bersama puluhan peserta lainnya sedang mengikuti “Workshop Singkat Mengenal Photoshop” yang diselenggarakan oleh Tjute Event Organizer di Kafe Ummy Malaya, Jl. P. Nyak Makam No. 40, Lampineung Banda Aceh.
Pelatihan ini ditujukan bagi mereka yang sudah mengerti minimal program dasar komputer seperti Microsoft office. Tetapi tidak menutup kemungkinan bagi mereka yang memang berminat namun masih sangat awam dengan aplikasi computer. Maka, Yusnidar adalah salah satu dari pengecualian tersebut. Meski tidak mempunyai laptop seperti peserta lainnya, dan meski ia buta dengan perkembangan teknologi tersebut.
Perempuan berusia 29 tahun tersebut tetap mengikuti pelatihan dengan bersemangat. Ia menyimak setiap kata yang disampaikan oleh Maimun Yulif, selaku pembicara yang sehari-hari bekerja sebagai Arranger pada Discover Studio, Lambhuk. Yusnidar juga mencatat setiap informasi yang menurutnya penting.
Yusnidar, adalah salah seorang guru honorer yang sudah mengabdi selama tiga tahun pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Montasik, Aceh Besar. Sehari-harinya ia mengajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), sesuai dengan jalur pendidikan yang ia tempuh selama menjadi mahasiswa pada program GPAI di Fakultas Tarbiyah, UNMUHA tahun 2003 lalu.
Karena profesinya itulah, Yusnidar menjadi bersemangat mengikuti worksop berdurasi tiga jam tersebut. Karena peminatnya banyak maka jadwal latihan dibagi menjadi tiga kelompok dengan hari yang berbeda. Terhitung sejak Jumat (28/11) dan berakhir pada Minggu (30/11). “Saya seorang guru, makanya saya harus terus belajar,” sebutnya dengan mata berbinar saat ditanya apa yang memotivasinya untuk mengikuti kegiatan tersebut.
Menurut Yusnidar, menjadi guru berarti mengambil keputusan untuk selalu belajar.
Seorang guru, menurutnya harus pandai-pandai menyerap setiap informasi yang ada untuk mengembangkan diri mereka. Sehingga mereka bisa menselaraskan antara ilmu yang diterima di bangku kuliah dengan ilmu yang mereka terima dari jalur non formal. Dengan cara itu mereka selaku tenaga pendidik akan dengan mudah mengikuti perkembangan dan kemajuan yang dinamis.Bingung! Itulah ekspresi yang tersurat dari mimik wajah Yusnidar. Matanya lurus menatap ke layar LCD yang terbentang beberapa meter di hadapannya. Sesekali ia membaca modul yang diberikan panitia kepadanya. Kadang kepalanya mengangguk-ngangguk, berusaha mencerna setiap informasi yang disampaikan oleh pembicara.
Jumat, 28 November 2008, Yusnidar bersama puluhan peserta lainnya sedang mengikuti “Workshop Singkat Mengenal Photoshop” yang diselenggarakan oleh Tjute Event Organizer di Kafe Ummy Malaya, Jl. P. Nyak Makam No. 40, Lampineung Banda Aceh.
Pelatihan ini ditujukan bagi mereka yang sudah mengerti minimal program dasar komputer seperti Microsoft office. Tetapi tidak menutup kemungkinan bagi mereka yang memang berminat namun masih sangat awam dengan aplikasi computer. Maka, Yusnidar adalah salah satu dari pengecualian tersebut. Meski tidak mempunyai laptop seperti peserta lainnya, dan meski ia buta dengan perkembangan teknologi tersebut.
Perempuan berusia 29 tahun tersebut tetap mengikuti pelatihan dengan bersemangat. Ia menyimak setiap kata yang disampaikan oleh Maimun Yulif, selaku pembicara yang sehari-hari bekerja sebagai Arranger pada Discover Studio, Lambhuk. Yusnidar juga mencatat setiap informasi yang menurutnya penting.
Yusnidar, adalah salah seorang guru honorer yang sudah mengabdi selama tiga tahun pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Montasik, Aceh Besar. Sehari-harinya ia mengajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), sesuai dengan jalur pendidikan yang ia tempuh selama menjadi mahasiswa pada program GPAI di Fakultas Tarbiyah, UNMUHA tahun 2003 lalu.
Karena profesinya itulah, Yusnidar menjadi bersemangat mengikuti worksop berdurasi tiga jam tersebut. Karena peminatnya banyak maka jadwal latihan dibagi menjadi tiga kelompok dengan hari yang berbeda. Terhitung sejak Jumat (28/11) dan berakhir pada Minggu (30/11). “Saya seorang guru, makanya saya harus terus belajar,” sebutnya dengan mata berbinar saat ditanya apa yang memotivasinya untuk mengikuti kegiatan tersebut.
Menurut Yusnidar, menjadi guru berarti mengambil keputusan untuk selalu belajar.
Seorang guru, menurutnya harus pandai-pandai menyerap setiap informasi yang ada untuk mengembangkan diri mereka. Sehingga mereka bisa menselaraskan antara ilmu yang diterima di bangku kuliah dengan ilmu yang mereka terima dari jalur non formal. Dengan cara itu mereka selaku tenaga pendidik akan dengan mudah mengikuti perkembangan dan kemajuan yang dinamis. “Karena itu saya sangat bersemangat mengikuti pelatihan ini, walaupun saya tidak mengerti dan bingung. Tapi saya senang.” lirihnya polos.
Bingung! Itulah ekspresi yang tersurat dari mimik wajah Yusnidar. Matanya lurus menatap ke layar LCD yang terbentang beberapa meter di hadapannya. Sesekali ia membaca modul yang diberikan panitia kepadanya. Kadang kepalanya mengangguk-ngangguk, berusaha mencerna setiap informasi yang disampaikan oleh pembicara.
Jumat, 28 November 2008, Yusnidar bersama puluhan peserta lainnya sedang mengikuti “Workshop Singkat Mengenal Photoshop” yang diselenggarakan oleh Tjute Event Organizer di Kafe Ummy Malaya, Jl. P. Nyak Makam No. 40, Lampineung Banda Aceh.
Pelatihan ini ditujukan bagi mereka yang sudah mengerti minimal program dasar komputer seperti Microsoft office. Tetapi tidak menutup kemungkinan bagi mereka yang memang berminat namun masih sangat awam dengan aplikasi computer. Maka, Yusnidar adalah salah satu dari pengecualian tersebut. Meski tidak mempunyai laptop seperti peserta lainnya, dan meski ia buta dengan perkembangan teknologi tersebut.
Perempuan berusia 29 tahun tersebut tetap mengikuti pelatihan dengan bersemangat. Ia menyimak setiap kata yang disampaikan oleh Maimun Yulif, selaku pembicara yang sehari-hari bekerja sebagai Arranger pada Discover Studio, Lambhuk. Yusnidar juga mencatat setiap informasi yang menurutnya penting.
Yusnidar, adalah salah seorang guru honorer yang sudah mengabdi selama tiga tahun pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Montasik, Aceh Besar. Sehari-harinya ia mengajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), sesuai dengan jalur pendidikan yang ia tempuh selama menjadi mahasiswa pada program GPAI di Fakultas Tarbiyah, UNMUHA tahun 2003 lalu.
Karena profesinya itulah, Yusnidar menjadi bersemangat mengikuti worksop berdurasi tiga jam tersebut. Karena peminatnya banyak maka jadwal latihan dibagi menjadi tiga kelompok dengan hari yang berbeda. Terhitung sejak Jumat (28/11) dan berakhir pada Minggu (30/11). “Saya seorang guru, makanya saya harus terus belajar,” sebutnya dengan mata berbinar saat ditanya apa yang memotivasinya untuk mengikuti kegiatan tersebut.
Menurut Yusnidar, menjadi guru berarti mengambil keputusan untuk selalu belajar.
Seorang guru, menurutnya harus pandai-pandai menyerap setiap informasi yang ada untuk mengembangkan diri mereka. Sehingga mereka bisa menselaraskan antara ilmu yang diterima di bangku kuliah dengan ilmu yang mereka terima dari jalur non formal. Dengan cara itu mereka selaku tenaga pendidik akan dengan mudah mengikuti perkembangan dan kemajuan yang dinamis. “Karena itu saya sangat bersemangat mengikuti pelatihan ini, walaupun saya tidak mengerti dan bingung. Tapi saya senang.” lirihnya polos.
Ibu satu anak ini juga menyesalkan beberapa sikap teman seprofesinya yang mengikuti berbagai kegiatan hanya untuk mendapatkan sertifikat. Bagi guru, adanya program sertifikasi merupakan salah satu cara untuk menaiki jenjang karir mereka. Tetapi bagi Yusnidar itu menjadi tidak penting bila ia tidak mendapatkan nilai tambah apapun dari kegiatan yang ia ikuti.
Yusnidar merupakan salah satu potret guru kebanyakan di negeri ini. Di mana perbekalan mereka untuk menjadi tenaga pendidik yang professional belumlah memadai. Apalagi dengan kondisi sekarang yang sudah menerapkan sistem pendidikan berbasis kompetensi. hhhh
Ibu satu anak ini juga menyesalkan beberapa sikap teman seprofesinya yang mengikuti berbagai kegiatan hanya untuk mendapatkan sertifikat. Bagi guru, adanya program sertifikasi merupakan salah satu cara untuk menaiki jenjang karir mereka. Tetapi bagi Yusnidar itu menjadi tidak penting bila ia tidak mendapatkan nilai tambah apapun dari kegiatan yang ia ikuti.
Yusnidar merupakan salah satu potret guru kebanyakan di negeri ini. Di mana perbekalan mereka untuk menjadi tenaga pendidik yang professional belumlah memadai. Apalagi dengan kondisi sekarang yang sudah menerapkan sistem pendidikan berbasis kompetensi. “Karena itu saya sangat bersemangat mengikuti pelatihan ini, walaupun saya tidak mengerti dan bingung. Tapi saya senang.” lirihnya polos.
Ibu satu anak ini juga menyesalkan beberapa sikap teman seprofesinya yang mengikuti berbagai kegiatan hanya untuk mendapatkan sertifikat. Bagi guru, adanya program sertifikasi merupakan salah satu cara untuk menaiki jenjang karir mereka. Tetapi bagi Yusnidar itu menjadi tidak penting bila ia tidak mendapatkan nilai tambah apapun dari kegiatan yang ia ikuti.
Yusnidar merupakan salah satu potret guru kebanyakan di negeri ini. Di mana perbekalan mereka untuk menjadi tenaga pendidik yang professional belumlah memadai. Apalagi dengan kondisi sekarang yang sudah menerapkan sistem pendidikan berbasis kompetensi. erna setiap informasi yang disampaikan oleh pembicara.
Jumat, 28 November 2008, Yusnidar bersama puluhan peserta lainnya sedang mengikuti “Workshop Singkat Mengenal Photoshop” yang diselenggarakan oleh Tjute Event Organizer di Kafe Ummy Malaya, Jl. P. Nyak Makam No. 40, Lampineung Banda Aceh.
Pelatihan ini ditujukan bagi mereka yang sudah mengerti minimal program dasar komputer seperti Microsoft office. Tetapi tidak menutup kemungkinan bagi mereka yang memang berminat namun masih sangat awam dengan aplikasi computer. Maka, Yusnidar adalah salah satu dari pengecualian tersebut. Meski tidak mempunyai laptop seperti peserta lainnya, dan meski ia buta dengan perkembangan teknologi tersebut.
Perempuan berusia 29 tahun tersebut tetap mengikuti pelatihan dengan bersemangat. Ia menyimak setiap kata yang disampaikan oleh Maimun Yulif, selaku pembicara yang sehari-hari bekerja sebagai Arranger pada Discover Studio, Lambhuk. Yusnidar juga mencatat setiap informasi yang menurutnya penting.
Yusnidar, adalah salah seorang guru honorer yang sudah mengabdi selama tiga tahun pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Montasik, Aceh Besar. Sehari-harinya ia mengajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), sesuai dengan jalur pendidikan yang ia tempuh selama menjadi mahasiswa pada program GPAI di Fakultas Tarbiyah, UNMUHA tahun 2003 lalu.
Karena profesinya itulah, Yusnidar menjadi bersemangat mengikuti worksop berdurasi tiga jam tersebut. Karena peminatnya banyak maka jadwal latihan dibagi menjadi tiga kelompok dengan hari yang berbeda. Terhitung sejak Jumat (28/11) dan berakhir pada Minggu (30/11). “Saya seorang guru, makanya saya harus terus belajar,” sebutnya dengan mata berbinar saat ditanya apa yang memotivasinya untuk mengikuti kegiatan tersebut.
Menurut Yusnidar, menjadi guru berarti mengambil keputusan untuk selalu belajar.
Seorang guru, menurutnya harus pandai-pandai menyerap setiap informasi yang ada untuk mengembangkan diri mereka. Sehingga mereka bisa menselaraskan antara ilmu yang diterima di bangku kuliah dengan ilmu yang mereka terima dari jalur non formal. Dengan cara itu mereka selaku tenaga pendidik akan dengan mudah mengikuti perkembangan dan kemajuan yang dinamis. “Karena itu saya sangat bersemangat mengikuti pelatihan ini, walaupun saya tidak mengerti dan bingung. Tapi saya senang.” lirihnya polos.
Ibu satu anak ini juga menyesalkan beberapa sikap teman seprofesinya yang mengikuti berbagai kegiatan hanya untuk mendapatkan sertifikat. Bagi guru, adanya program sertifikasi merupakan salah satu cara untuk menaiki jenjang karir mereka. Tetapi bagi Yusnidar itu menjadi tidak penting bila ia tidak mendapatkan nilai tambah apapun dari kegiatan yang ia ikuti.
Yusnidar merupakan salah satu potret guru kebanyakan di negeri ini. Di mana perbekalan mereka untuk menjadi tenaga pendidik yang professional belumlah memadai. Apalagi dengan kondisi sekarang yang sudah menerapkan sistem pendidikan berbasis kompetensi.
http://www.tgj.co.id/detilberita.php?id=1196
Jumat, 28 November 2008, Yusnidar bersama puluhan peserta lainnya sedang mengikuti “Workshop Singkat Mengenal Photoshop” yang diselenggarakan oleh Tjute Event Organizer di Kafe Ummy Malaya, Jl. P. Nyak Makam No. 40, Lampineung Banda Aceh.
Pelatihan ini ditujukan bagi mereka yang sudah mengerti minimal program dasar komputer seperti Microsoft office. Tetapi tidak menutup kemungkinan bagi mereka yang memang berminat namun masih sangat awam dengan aplikasi computer. Maka, Yusnidar adalah salah satu dari pengecualian tersebut. Meski tidak mempunyai laptop seperti peserta lainnya, dan meski ia buta dengan perkembangan teknologi tersebut.
Perempuan berusia 29 tahun tersebut tetap mengikuti pelatihan dengan bersemangat. Ia menyimak setiap kata yang disampaikan oleh Maimun Yulif, selaku pembicara yang sehari-hari bekerja sebagai Arranger pada Discover Studio, Lambhuk. Yusnidar juga mencatat setiap informasi yang menurutnya penting.
Yusnidar, adalah salah seorang guru honorer yang sudah mengabdi selama tiga tahun pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Montasik, Aceh Besar. Sehari-harinya ia mengajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), sesuai dengan jalur pendidikan yang ia tempuh selama menjadi mahasiswa pada program GPAI di Fakultas Tarbiyah, UNMUHA tahun 2003 lalu.
Karena profesinya itulah, Yusnidar menjadi bersemangat mengikuti worksop berdurasi tiga jam tersebut. Karena peminatnya banyak maka jadwal latihan dibagi menjadi tiga kelompok dengan hari yang berbeda. Terhitung sejak Jumat (28/11) dan berakhir pada Minggu (30/11). “Saya seorang guru, makanya saya harus terus belajar,” sebutnya dengan mata berbinar saat ditanya apa yang memotivasinya untuk mengikuti kegiatan tersebut.
Menurut Yusnidar, menjadi guru berarti mengambil keputusan untuk selalu belajar.
Seorang guru, menurutnya harus pandai-pandai menyerap setiap informasi yang ada untuk mengembangkan diri mereka. Sehingga mereka bisa menselaraskan antara ilmu yang diterima di bangku kuliah dengan ilmu yang mereka terima dari jalur non formal. Dengan cara itu mereka selaku tenaga pendidik akan dengan mudah mengikuti perkembangan dan kemajuan yang dinamis.Bingung! Itulah ekspresi yang tersurat dari mimik wajah Yusnidar. Matanya lurus menatap ke layar LCD yang terbentang beberapa meter di hadapannya. Sesekali ia membaca modul yang diberikan panitia kepadanya. Kadang kepalanya mengangguk-ngangguk, berusaha mencerna setiap informasi yang disampaikan oleh pembicara.
Jumat, 28 November 2008, Yusnidar bersama puluhan peserta lainnya sedang mengikuti “Workshop Singkat Mengenal Photoshop” yang diselenggarakan oleh Tjute Event Organizer di Kafe Ummy Malaya, Jl. P. Nyak Makam No. 40, Lampineung Banda Aceh.
Pelatihan ini ditujukan bagi mereka yang sudah mengerti minimal program dasar komputer seperti Microsoft office. Tetapi tidak menutup kemungkinan bagi mereka yang memang berminat namun masih sangat awam dengan aplikasi computer. Maka, Yusnidar adalah salah satu dari pengecualian tersebut. Meski tidak mempunyai laptop seperti peserta lainnya, dan meski ia buta dengan perkembangan teknologi tersebut.
Perempuan berusia 29 tahun tersebut tetap mengikuti pelatihan dengan bersemangat. Ia menyimak setiap kata yang disampaikan oleh Maimun Yulif, selaku pembicara yang sehari-hari bekerja sebagai Arranger pada Discover Studio, Lambhuk. Yusnidar juga mencatat setiap informasi yang menurutnya penting.
Yusnidar, adalah salah seorang guru honorer yang sudah mengabdi selama tiga tahun pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Montasik, Aceh Besar. Sehari-harinya ia mengajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), sesuai dengan jalur pendidikan yang ia tempuh selama menjadi mahasiswa pada program GPAI di Fakultas Tarbiyah, UNMUHA tahun 2003 lalu.
Karena profesinya itulah, Yusnidar menjadi bersemangat mengikuti worksop berdurasi tiga jam tersebut. Karena peminatnya banyak maka jadwal latihan dibagi menjadi tiga kelompok dengan hari yang berbeda. Terhitung sejak Jumat (28/11) dan berakhir pada Minggu (30/11). “Saya seorang guru, makanya saya harus terus belajar,” sebutnya dengan mata berbinar saat ditanya apa yang memotivasinya untuk mengikuti kegiatan tersebut.
Menurut Yusnidar, menjadi guru berarti mengambil keputusan untuk selalu belajar.
Seorang guru, menurutnya harus pandai-pandai menyerap setiap informasi yang ada untuk mengembangkan diri mereka. Sehingga mereka bisa menselaraskan antara ilmu yang diterima di bangku kuliah dengan ilmu yang mereka terima dari jalur non formal. Dengan cara itu mereka selaku tenaga pendidik akan dengan mudah mengikuti perkembangan dan kemajuan yang dinamis. “Karena itu saya sangat bersemangat mengikuti pelatihan ini, walaupun saya tidak mengerti dan bingung. Tapi saya senang.” lirihnya polos.
Bingung! Itulah ekspresi yang tersurat dari mimik wajah Yusnidar. Matanya lurus menatap ke layar LCD yang terbentang beberapa meter di hadapannya. Sesekali ia membaca modul yang diberikan panitia kepadanya. Kadang kepalanya mengangguk-ngangguk, berusaha mencerna setiap informasi yang disampaikan oleh pembicara.
Jumat, 28 November 2008, Yusnidar bersama puluhan peserta lainnya sedang mengikuti “Workshop Singkat Mengenal Photoshop” yang diselenggarakan oleh Tjute Event Organizer di Kafe Ummy Malaya, Jl. P. Nyak Makam No. 40, Lampineung Banda Aceh.
Pelatihan ini ditujukan bagi mereka yang sudah mengerti minimal program dasar komputer seperti Microsoft office. Tetapi tidak menutup kemungkinan bagi mereka yang memang berminat namun masih sangat awam dengan aplikasi computer. Maka, Yusnidar adalah salah satu dari pengecualian tersebut. Meski tidak mempunyai laptop seperti peserta lainnya, dan meski ia buta dengan perkembangan teknologi tersebut.
Perempuan berusia 29 tahun tersebut tetap mengikuti pelatihan dengan bersemangat. Ia menyimak setiap kata yang disampaikan oleh Maimun Yulif, selaku pembicara yang sehari-hari bekerja sebagai Arranger pada Discover Studio, Lambhuk. Yusnidar juga mencatat setiap informasi yang menurutnya penting.
Yusnidar, adalah salah seorang guru honorer yang sudah mengabdi selama tiga tahun pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Montasik, Aceh Besar. Sehari-harinya ia mengajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), sesuai dengan jalur pendidikan yang ia tempuh selama menjadi mahasiswa pada program GPAI di Fakultas Tarbiyah, UNMUHA tahun 2003 lalu.
Karena profesinya itulah, Yusnidar menjadi bersemangat mengikuti worksop berdurasi tiga jam tersebut. Karena peminatnya banyak maka jadwal latihan dibagi menjadi tiga kelompok dengan hari yang berbeda. Terhitung sejak Jumat (28/11) dan berakhir pada Minggu (30/11). “Saya seorang guru, makanya saya harus terus belajar,” sebutnya dengan mata berbinar saat ditanya apa yang memotivasinya untuk mengikuti kegiatan tersebut.
Menurut Yusnidar, menjadi guru berarti mengambil keputusan untuk selalu belajar.
Seorang guru, menurutnya harus pandai-pandai menyerap setiap informasi yang ada untuk mengembangkan diri mereka. Sehingga mereka bisa menselaraskan antara ilmu yang diterima di bangku kuliah dengan ilmu yang mereka terima dari jalur non formal. Dengan cara itu mereka selaku tenaga pendidik akan dengan mudah mengikuti perkembangan dan kemajuan yang dinamis. “Karena itu saya sangat bersemangat mengikuti pelatihan ini, walaupun saya tidak mengerti dan bingung. Tapi saya senang.” lirihnya polos.
Ibu satu anak ini juga menyesalkan beberapa sikap teman seprofesinya yang mengikuti berbagai kegiatan hanya untuk mendapatkan sertifikat. Bagi guru, adanya program sertifikasi merupakan salah satu cara untuk menaiki jenjang karir mereka. Tetapi bagi Yusnidar itu menjadi tidak penting bila ia tidak mendapatkan nilai tambah apapun dari kegiatan yang ia ikuti.
Yusnidar merupakan salah satu potret guru kebanyakan di negeri ini. Di mana perbekalan mereka untuk menjadi tenaga pendidik yang professional belumlah memadai. Apalagi dengan kondisi sekarang yang sudah menerapkan sistem pendidikan berbasis kompetensi. hhhh
Ibu satu anak ini juga menyesalkan beberapa sikap teman seprofesinya yang mengikuti berbagai kegiatan hanya untuk mendapatkan sertifikat. Bagi guru, adanya program sertifikasi merupakan salah satu cara untuk menaiki jenjang karir mereka. Tetapi bagi Yusnidar itu menjadi tidak penting bila ia tidak mendapatkan nilai tambah apapun dari kegiatan yang ia ikuti.
Yusnidar merupakan salah satu potret guru kebanyakan di negeri ini. Di mana perbekalan mereka untuk menjadi tenaga pendidik yang professional belumlah memadai. Apalagi dengan kondisi sekarang yang sudah menerapkan sistem pendidikan berbasis kompetensi. “Karena itu saya sangat bersemangat mengikuti pelatihan ini, walaupun saya tidak mengerti dan bingung. Tapi saya senang.” lirihnya polos.
Ibu satu anak ini juga menyesalkan beberapa sikap teman seprofesinya yang mengikuti berbagai kegiatan hanya untuk mendapatkan sertifikat. Bagi guru, adanya program sertifikasi merupakan salah satu cara untuk menaiki jenjang karir mereka. Tetapi bagi Yusnidar itu menjadi tidak penting bila ia tidak mendapatkan nilai tambah apapun dari kegiatan yang ia ikuti.
Yusnidar merupakan salah satu potret guru kebanyakan di negeri ini. Di mana perbekalan mereka untuk menjadi tenaga pendidik yang professional belumlah memadai. Apalagi dengan kondisi sekarang yang sudah menerapkan sistem pendidikan berbasis kompetensi. erna setiap informasi yang disampaikan oleh pembicara.
Jumat, 28 November 2008, Yusnidar bersama puluhan peserta lainnya sedang mengikuti “Workshop Singkat Mengenal Photoshop” yang diselenggarakan oleh Tjute Event Organizer di Kafe Ummy Malaya, Jl. P. Nyak Makam No. 40, Lampineung Banda Aceh.
Pelatihan ini ditujukan bagi mereka yang sudah mengerti minimal program dasar komputer seperti Microsoft office. Tetapi tidak menutup kemungkinan bagi mereka yang memang berminat namun masih sangat awam dengan aplikasi computer. Maka, Yusnidar adalah salah satu dari pengecualian tersebut. Meski tidak mempunyai laptop seperti peserta lainnya, dan meski ia buta dengan perkembangan teknologi tersebut.
Perempuan berusia 29 tahun tersebut tetap mengikuti pelatihan dengan bersemangat. Ia menyimak setiap kata yang disampaikan oleh Maimun Yulif, selaku pembicara yang sehari-hari bekerja sebagai Arranger pada Discover Studio, Lambhuk. Yusnidar juga mencatat setiap informasi yang menurutnya penting.
Yusnidar, adalah salah seorang guru honorer yang sudah mengabdi selama tiga tahun pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Montasik, Aceh Besar. Sehari-harinya ia mengajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), sesuai dengan jalur pendidikan yang ia tempuh selama menjadi mahasiswa pada program GPAI di Fakultas Tarbiyah, UNMUHA tahun 2003 lalu.
Karena profesinya itulah, Yusnidar menjadi bersemangat mengikuti worksop berdurasi tiga jam tersebut. Karena peminatnya banyak maka jadwal latihan dibagi menjadi tiga kelompok dengan hari yang berbeda. Terhitung sejak Jumat (28/11) dan berakhir pada Minggu (30/11). “Saya seorang guru, makanya saya harus terus belajar,” sebutnya dengan mata berbinar saat ditanya apa yang memotivasinya untuk mengikuti kegiatan tersebut.
Menurut Yusnidar, menjadi guru berarti mengambil keputusan untuk selalu belajar.
Seorang guru, menurutnya harus pandai-pandai menyerap setiap informasi yang ada untuk mengembangkan diri mereka. Sehingga mereka bisa menselaraskan antara ilmu yang diterima di bangku kuliah dengan ilmu yang mereka terima dari jalur non formal. Dengan cara itu mereka selaku tenaga pendidik akan dengan mudah mengikuti perkembangan dan kemajuan yang dinamis. “Karena itu saya sangat bersemangat mengikuti pelatihan ini, walaupun saya tidak mengerti dan bingung. Tapi saya senang.” lirihnya polos.
Ibu satu anak ini juga menyesalkan beberapa sikap teman seprofesinya yang mengikuti berbagai kegiatan hanya untuk mendapatkan sertifikat. Bagi guru, adanya program sertifikasi merupakan salah satu cara untuk menaiki jenjang karir mereka. Tetapi bagi Yusnidar itu menjadi tidak penting bila ia tidak mendapatkan nilai tambah apapun dari kegiatan yang ia ikuti.
Yusnidar merupakan salah satu potret guru kebanyakan di negeri ini. Di mana perbekalan mereka untuk menjadi tenaga pendidik yang professional belumlah memadai. Apalagi dengan kondisi sekarang yang sudah menerapkan sistem pendidikan berbasis kompetensi.
http://www.tgj.co.id/detilberita.php?id=1196
0 komentar:
Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)