Di buku-buku yang terserak aku menemukan obat bagi sakitku. Gelisah yang bertubi-tubi merajam diri di setiap malam menjelang. Lalu pada bait-baitnya yang begitu teratur, aku menemukan sejumput penawar bagi bisa yang tercipta begitu saja. Bisa yang kadang menjelma menjadi racun namun di lain waktu berbeda menjelma menjadi penyembuh.
Sakit yang seringkali aku ingin melepasnya dan berharap semuanya menjadi terbiasa, tapi dari kalimat-kalimat panjang sang legenda aku menemukan arti dari sakit itu sendiri. Sakit adalah kenikmatan untuk kehidupan selanjutnya. Sakit tak harus dihindari, sakit jangan diharapkan menjadi kekebalan agar kita terbiasa, tapi rasakanlah kesakitan itu, nikmatilah setiap potongannya, sambil terus mencari jalan untuk keluar darinya. Kelak ketika kita dewasa, sakit itu akan menjadi kenangan.
Di lembaran-lembarannya aku mulai memahami bahwa tuntutan hanya akan menimbulkan kesakitan, maka bersabarlah, memberilah, jangan pernah meminta, pemberian adalah cermin kebesaran jiwa, mengerti adalah cermin keikhlasan, maka, aku memutuskan untuk memengerti dan memberi saja.
Pada buku bersampul violet....aku menemukan bahwa cinta adalah memberi untuk mengasihi.
Sakit yang seringkali aku ingin melepasnya dan berharap semuanya menjadi terbiasa, tapi dari kalimat-kalimat panjang sang legenda aku menemukan arti dari sakit itu sendiri. Sakit adalah kenikmatan untuk kehidupan selanjutnya. Sakit tak harus dihindari, sakit jangan diharapkan menjadi kekebalan agar kita terbiasa, tapi rasakanlah kesakitan itu, nikmatilah setiap potongannya, sambil terus mencari jalan untuk keluar darinya. Kelak ketika kita dewasa, sakit itu akan menjadi kenangan.
Di lembaran-lembarannya aku mulai memahami bahwa tuntutan hanya akan menimbulkan kesakitan, maka bersabarlah, memberilah, jangan pernah meminta, pemberian adalah cermin kebesaran jiwa, mengerti adalah cermin keikhlasan, maka, aku memutuskan untuk memengerti dan memberi saja.
Pada buku bersampul violet....aku menemukan bahwa cinta adalah memberi untuk mengasihi.