sehari sebelum purnama,
19-03-11
ini adalah pagi dimana aku melihat mata kekasihku dengan panca indera
hati mengetuk hati
jiwa mengetuk jiwa
pagi yang mengetuk mentari untuk segera bangkit
seperti angin yang menyapu lembut wajah alam
seperti salju yang singgah di wajahmu; sejuk, damai dan memabukkan
seperti aku yang memabukimu pagi ini
(Lambhuk, sebelum matahari setinggi dhuha)
hari yang sama senja menjelang malam
purnama mulat kelihatan,
bulat penuh seperti wajahmu yang selalu berbinar
wajah yang selalu membuat rindu dan kangen
06:52 pm
tengah malam
purnama ada di atas kepalaku, katamu
di bibir pantai, di pelukan malam
----
Bukan sekali ini saja aku bahagia denganmu, tapi sesuatu yang dapat kucium dari dirimu adalah penyelesaian dari puzzle yang tercipta sejak beberapa tahun yang lalu. Garis senyummu adalah magnit, menarik ruas senyumku untuk terus menyenyumi dunia, pandangan matamu adalah arus yang dapat menjalari seluruh kornea mataku agar dunia selalu indah dalam pandanganku, dan sentuhanmu...adalah sentuhan hebat yang mampu menembus hati dan melegakan jiwa.
Aku percaya, Tuhan tidak pernah menciptakan kebetulan di dunia ini, ingat ketika pertama sekali kita bertemu? sesuatu yang selalu aku ingat adalah aku bersyukur untuk itu, ingat juga kapan pertama sekali kita saling berkirim surat dengan cerita-cerita yang panjang, dengan kosa kata yang aneh dan kadang sulit dimengerti, ingat juga kapan kita mulai melepas tirai pandangan dan alam pikir kita; untuk sesuatu yang kita harapkan.
Sesuatu yang bukan kebetulan itu berawal dari Maret, maret banyak mengajarkan kisah untukku, kisah yang kemudian ditulis sebagai sejarah, sebagai catatan waktu, yang, jika kelak kita kembali ke dunia masing-masing catatan sejarah itu akan berfungsi sebagai pengingat imajinasi.
11.19 am
21.03.11