Jumat, 29 April 2011

Z dalam sajakku

Z dalam sajakku
alangkah,

betapa nyamannya mendiami hatimu

hangat, damai, menenangkan

serupa tinggal di rahim ibu yang lembab

betapa,

menyelami telaga matamu

dan aku ingin lelap di dalamnya

jauh dari hiruk pikuk

jauh dari kebisingan

sungguh,

aku ingin tenggelam di lautan jiwamu

melewati lorong-lorong sembunyi

melalui kanal-kanal berlikung-likung

untuk mencium bau tubuhmu

alangkah, betapa, sungguh

engkau dalam sajakku

Punie, in the midnight

26 Apr 2011

Nokturia*

Nokturia*

barangkali ini adalah malam yang paling membingungkan, sebuah beep yang membuatku terjaga ketika malam hampir melewati masa setengah. membuatku menggigil, dan rasa seperti hangat merayapi seluruh aliran darahku, membuat jantungku berdebum-debum seperti pohon yang direbahkan para pencuri di tengah hutan. aku gemetar, tercenung dan aku seperti sakit. tiba-tiba. semua menjadi begitu tak bertenaga.

'aku harus bagaimana?' tanyaku pada seorang teman, dan ia kurasa hampir sama terkejutnya denganku, karena ia menduga pesanku berasal dari seseorang yang telah lama ia tunggu-tunggu. ia berharap aku menjadi senang, tapi tidak, aku justru merasa takut.

aku kembali tidur, dengan perasaan yang entah, membawa gigil dalam selimut tipis berwarna krem. dan ketika kudapati diri ini basah oleh embun esok paginya, aku terkatup-katup dalam kantuk yang kuat. kupikir, aku telah menjadi perempuan nokturia yang membasahi tempat tidurnya sendiri. tapi ternyata butir-butir embun itu berasal dari percikan rindu semalam. bukan dari air seni perempuan nokturia sepertiku.

seluruh dari tubuhku telah basah, mendinginkan urat-urat syaraf, membekukan alam ingat, bahkan untuk sekedar mengingat apa yang terjadi semalam, kecuali bahwa aku sedang rindu, dan aku tak ingin menyesalinya. rindu yang datang begitu cepat, tapi entah kapan ia enyah dari hatiku.

bukan hanya seluruh dari diriku, tetapi lelangit yang menauingi dan bumi yang memberi pijakan, menjadi lembab dan berkabut, basah oleh rindu yang masih begitu kuatnya. kepada dia yang aku sebut somebody. bahkan ketika hujan berikutnya datang, tak mampu membilas sisa rindu yang masih menempel di pucuk-pucuk hati, juga pada musim terik setelah ini.

*Nokturia; kebiasaan kencing di malam hari

Punie, after infonite

10:43 pm

26.04.11

Kepada Engkau*

Kepada Engkau*

kepada engkau yang semalam gelisah

mungkin, rasa sepi itu masuk dari ruang-ruang

yang engkau lupa menutupi celahnya

biarkanlah ia nganga sejenak

agar engkau tahu, bahwa rindu tak pernah main-main

aku hanya ingin terbahak

mengapa tiba-tiba engkau menjadi seperti meno atau andropause?

celah-celah itu adalah katup hatimu yang sedang mekar

katakan, bahwa engkau rindu

dan kau akan sembuh

* Specially written for my sweet sista @Nufi Lja

Punie, after Infonite

Tiga Potong Puisi

Tiga Potong Puisi
from Someone to Ihan Sunrise:

telah banyak keperitan yang indah,
juga keindahan yang pahit
perjalanan sepiku berakhir di heningnya altar tasbihmu
aku memudar dalam rindu
kau abadi dalam sunyimu, kita telah menjadi asing
03:01 am
08.04.11

saat bulanpun enggan terjaga
kau malah enggan untuk tidur?
adakah kerinduan akan keajaiban cinta menyublim
keadaan yang menjadi sebab?
berhentilah menjadi arca, sekarang!
03.10 am
08.04.11

rasa rindu mengirs hati
matapun tersayat tak mau terpejam
sementara pemilik hatiku tak bisa kucapai
bukan maksudku untuk curang saat kutanyakan
bolehkah kita bicara sebentar?
03:25 am
08.04.11

*terimakasih untuk puisinya yang indah

Pangeran

Pangeran

aku mendapati kabar bahwa ia telah tiada, kesengsaraan jiwa dan berbagai komplikasi penyakit telah membawanya pada kematian yang begitu cepat. seingatku, aku pernah menjenguknya saat lebaran tahun lalu, sebenarnya bukan khusus untuk menjenguknya, tetapi karena ingin bersilaturrahmi dengan seluruh penghuni rumah panggung tempatnya berteduh.

kulihat perempuan itu begitu renta, kulitnya mengering dan mengeriput serupa tanah kering yang tandas dimamah kemarau, ia lapuk dalam tikar usangnya yang sama rentanya dengan jasadnya, ia terbatuk, sesekali meringis dengan mata mengerjap-ngerjap, ia nyaris seperti kanak-kanak yang tak ingin jauh dari sang ibu.

dan perempuan senja yang menjadi ibunya, dengan segala ketertatihan tak pernah mengeluh untuk merawatnya, menggaruk badannya yang terasa gatal, mengipasinya ketika ia mengeluh kepanasan, menyuapinya makan, memberinya minum, bahkan memapahnya untuk sekedar buang air.

kutaksir, ia lahir sekitar awal tahun lima puluhan, karena ia hanya lebih muda sedikit dari usia nenekku, tetapi melihatnya seperti dialah nenekku yang sebenarnya, ia begitu ringkih, dimakan kekurusan jasadnya yang begitu lemah. ia bekerja sebagai seorang guru di madrasah ibtidaiyah di kampungnya, dengan predikatnya itu orang-orang memanggilnya Ibuk.

ia sekarat oleh cinta yang tak kunjung menghampirinya, bertahun-tahun lalu, ketika ia masih muda ia pernah mengenal cinta, pada seorang lelaki yang ingin mempersuntingnya menjadi permasuri hati, tapi waktu itu kasta begitu kuat mengakar adat, orang tuanya tak setuju, ia ingin kawin lari dengan kekasih hatinya, tapi apa daya ia tak berani ambil resiko.

dan setelah itu adalah sepi yang teramat panjang, ia sibuk mengurusi murid-muridnya, mengurusi orang tuanya, mengurusi rumahnya, dan dapurnya. sehingga ia lupa bahwa hatinya masih kosong untuk ditempati oleh cinta.

lama aku tak bertemu dengannya, kami hanya bertemu setahun sekali, hanya untuk bersilaturrahmi ketika lebaran tiba. tetapi ada yang lain di wajahnya ketika kami sering bertemu di awal tahun 2008, ketika itu ayahku sakit dan aku harus menetap lama di kampung halaman, tetapi hingga akhirnya ayah pergi untuk selama-lamanya, aku masih melihat senyum yang sama di wajah perempuan tua itu.

wajah yang berbunga-bunga dan begitu semerbak, senyum yang selalu terpancang serupa layar yang siap berlayar mengitari lautan maha luas. dan ketika ia mengabari hari pernikahannya, di usianya yang senja akhirnya ia kembali bertemu dengan pangeran yang dulu pernah ditolak orang tuanya. mereka telah sama-sama tua. tapi sayang aku tidak dapat menghadirkannya, sebab aku masih ingin menunggui arwah ayahku yang masih bersamaku.

semua orang berlega hati, mengamini kesakralan yang tak terlalu mewah itu, tentu saja kado-kado yang menjadi seserahan dari para pemberi selamat turut memperlengkap kebahagiaannya. hari itu ia menjelma menjadi cinderellah, dan seorang pangeran akan mendampinginya ke mana saja.

tetapi kabar kebahagiaan itu tak terlalu lama kudengar, setelah beberapa bulan aku kembali ke kota tempatku beraktivitas, melalui telepon aku sering menanyakan kabarnya pada ibu, hingga akhirnya kuketahui bahwa pangerannya tak pernah kembali.

bahkan hingga akhirnya ia kembali ringkih dalam sakitnya, dan harusnya ia bisa pergi dalam pangkuan orang yang amat dicintainya itu. tetapi, ia telah menjadi daun yang luruh begitu saja, mengikuti arus angin untuk menerbangkan seluruh luka hatinya. dan sekarang, ia telah kembali pada pemilik cinta yang sebenarnya. semoga saja Tuhan telah menyiapkan pangeran yang sebenarnya untuknya di surga sana.


22 April 2011 jam 11:13

Penjual Rindu

Penjual Rindu
ku yang dibelit rindu sungguh seperti sebatang pohon yang dibelit oleh akar-akar yang rumit, menjerat dan membuat pengap, terasa sesak oleh pertanyaan terus, lalu, maka dan mengapa terjadi rindu.

walau mungkin ini tidak ada kaitannya dengan mangsa desta yang katanya sedang orbit antara april dan mei, tetapi aku menghargai diriku sendiri dengan apa yang telah dan ingin kukatakan, aku ingin menyembuhkan diriku dengan caraku sendiri, sebab kataku, seorang mangsa desta sangat menikmati hidup.maka kubiarkan saja kerumitan ini menjadi semakin rumit.

ini hanya rindu biasa, jadi menurutku tak perlu alasan untuk menjelaskannya mengapa. seluruh cinta, akumulasi perasaan dan seluruh diriku telah berhulu,bermuara ke hati seorang lelaki yang selalu menyuguhiku rindu yang berkelas.

barangkali, aku hanya bisa menduga-duga soal ini, si pemilik rindu itu serupa penjual ayam goreng yang pelit, yang hanya menjual aroma dan asap-asap surealis, sementara ia menjual dagingnya yang renyah dengan imajinasi seperti kamuflase atau sejenis fatamorgana yang terlahir dari rahim terik.

ah, dia bukanlah penjual rindu, tetapi dia pemiliki suara berat yang selalu menyisakan rindu pada setiap telinga yang pernah mendengarnya, dan aku selalu tegila-gila dengan suara berat, seperti suara lelakiku yang menggetarkan.



21 April 2011 jam 17:45

Maaf

Maaf

"Mohon maaf atas sikap yang tidak berkenan, setelah hari ini semuanya akan kembali seperti kemarin, aku yakin, untuk orang sepertimu tidak akan ada yang berani main-main"

butuh termenung untuk mengirimkan pesan tersebut, sekedar memberi ruang bagi hati untuk berfikir. kukira, tidak seorangpun mau atau senang dipermainkan, aku, kamu, mereka, bahkan orang yang tak mempunyai hati sekalipun.

tetapi mengapa kadangkala kita justru sering memberi kesempatan bagi pikiran kita untuk mengira-ngira bahwa kita sedang dipermainkan, mungkin oleh seseorang yang tidak atau kita kenal, lain kali mungkin oleh waktu, oleh keadaan, atau oleh diri kita sendiri.

rasanya aku tidak harus tertegun, tetapi mendengar suara risih yang tiba-tiba hilang dengan sepotong salam yang tergesa-gesa, aku benar-benar tercenung, aku hilang kesempatan untuk bertanya, akumulasi pertanyaan yang telah tersimpan berhari-hari, kini harus kembali tersimpan dalam memori ingatan, untuk tak pernah ditanyakan lagi, sebab tak lagi memerlukan jawaban.

matahari hari ini indah sekali, langit cerah dan angin begitu santun, semoga resah yang mengeram sepanjang malam tadi menguap bersama angin yang menuju penjuru. dan kabut yang menggantung sepanjang kelam akan segera terbang seperti anai-anai yang bercecaran.

semoga


21 Apr 2011

Kamis, 21 April 2011

Yang Tersisa dari Hujan Sore Ini

Yang Tersisa dari Hujan Sore Ini

Apa yang tersisa dari hujan sore ini? Adalah bau aroma tubuhmu yang meresap hingga ke syaraf jiwa, seperti butir-butir air yang menggantung di pucuk daun, seperti itulah rindu menggantung di pucuk hatiku, untuk kemudian jatuh ke altar hatimu.

dan hujan, berhenti sesaat setelah aku menerima kabar kedatanganmu, lalu aku bergegas berlomba dengan rintik hujan yang tersisa, seperti mempersilahkan, hujan benar-benar berhenti ketika aku selesai berkemas. Kusempatkan untuk bermain mata pada gerombolan awan yang membiru, sebagai rasa terimakasih telah mendekap hujan sebentar untukku.

jalanan yang masih basah, dan pucuk-pucuk pohon yang masih lembab, mengirimkan sejuk untuk menenangkan hati yang berdegub, ah, meski bertahun-tahun telah terlewati, cinta untukmu selalu saja kirimkan gelora yang aneh setiap kali menjelang pertemuan.

hingga ketika akhirnya aku benar-benar sampai, melewati lorong-lorong rindu dengan hingar bingar degub jantung seperti lelah ketika satu persatu anak tangga terlewati. Seperti angka-angka yang silih berganti, rasanya aku ingin segera masuk ke matamu, untuk kemudian tenggelam di dalamnya.

Ah, Tuhan selalu tahu kapan aku memerlukanmu, lalu Ia menghadirkanmu dengan cara istimewa, di penghujung senja, ketika bulan akan menemui kekasihnya para bintang, pada saat itu pula aku menemui kekasihku dengan caraku sendiri, dengan cara serumit kalkulus namun senikmat pelajaran mengarang.

Ketergesaan denganmu, adalah akumuluasi takdir, seperti buih-buih yang ingin melepaskan diri dari riak gelombang lelautan, tetapi sampai kapan? tak pernah ada jawaban, seperti aku dan engkau.

20 Apr 2011

09.41 pm

Maaf

Maaf

"Mohon maaf atas sikap yang tidak berkenan, setelah hari ini semuanya akan kembali seperti kemarin, aku yakin, untuk orang sepertimu tidak akan ada yang berani main-main"

butuh termenung untuk mengirimkan pesan tersebut, sekedar memberi ruang bagi hati untuk berfikir. kukira, tidak seorangpun mau atau senang dipermainkan, aku, kamu, mereka, bahkan orang yang tak mempunyai hati sekalipun.

tetapi mengapa kadangkala kita justru sering memberi kesempatan bagi pikiran kita untuk mengira-ngira bahwa kita sedang dipermainkan, mungkin oleh seseorang yang tidak atau kita kenal, lain kali mungkin oleh waktu, oleh keadaan, atau oleh diri kita sendiri.

rasanya aku tidak harus tertegun, tetapi mendengar suara risih yang tiba-tiba hilang dengan sepotong salam yang tergesa-gesa, aku benar-benar tercenung, aku hilang kesempatan untuk bertanya, akumulasi pertanyaan yang telah tersimpan berhari-hari, kini harus kembali tersimpan dalam memori ingatan, untuk tak pernah ditanyakan lagi, sebab tak lagi memerlukan jawaban.

matahari hari ini indah sekali, langit cerah dan angin begitu santun, semoga resah yang mengeram sepanjang malam tadi menguap bersama angin yang menuju penjuru. dan kabut yang menggantung sepanjang kelam akan segera terbang seperti anai-anai yang bercecaran.

semoga

Codet Luka

Codet Luka

Codet Luka

bahkan ketika yang lain memilih menjadi

daun, bunga ataupun buah

aku cukup berbahagia dengan menjadi

codet luka pada tubuh pohon

kelak ketika semua meninggalkan pohon

pada musim takdir yang berbeda

hanya aku yang tersisa hingga usia mengelupasku

aku dan pohon mati dan hidup bersama

06.23 pm17-Apr 11

Lengkingan Rindu

seperti sperma waktu yang membuahi sepi,

di mana kau ketika rindu melengking?

11.32 pm

16-Apr 11

Sketsa

seperti wajah tabir yang terkoyak,

sketsa lelakiku muncul dari labirin rahasia yang beku

ah, pada sosok pelukis itu aku tak mampu berkilah

kekasih, dia orang pertama yang mengetahui kisah kita

06.53 pm

16-Apr 11

prerogatif

prerogatif

bahkan, untuk orang yang sekujur tubuhnya dilumuri dosa sepertiku, aku tetap tak rela melihat ada perempuan lain melakukan kesalahan yang sama. aku miris pada diriku sendiri yang tak mampu menjelaskan tentang situasi padanya. bahwa keadaan kami berbeda.

"Kalaupun kelak aku masih melibatkan masa laluku pada masa depanku, itu karena aku lebih dulu menemukan masa lalu," kataku di penghujung senja, juga pada seorang perempuan yang selama ini menjadi tempat berkeluh kesah perempuan lainnya.

aku hanya tak ingin ia mencampur adukkan antara masa lalunya dengan masa sekarang, bahkan mungkin dengan masa depannya. aku keberatan ia menodai dirinya dengan cara yang sangat tidak elegan.

tapi, aku bisa apa, dia punya hak prerogatif atas diri dan tubuhnya, seperti hak prerogatifku atas jiwa dan hatiku yang memilihnya.

ah, di dunia yang serba rumit ini kekosongan tangki cinta menjadi sebab musabab untuk memilih lebih dari satu hati, ketika kesetiaan dipilih untuk dipertahankan ternyata lebih banyak yang memilih untuk mengkhianatinya.

mungkin, dari setiap dosa yang dilakukan atas nama cinta, ia menemukan nikmat hati dan pikiran.

Rabu, 13 April 2011

Sabtu, 02 April 2011

Dua Pertanyaan

Dua Pertanyaan

dua pertanyaan sebagai pembuka. Pertama, siapa orang yang telah membawaku ke masa depan? Ke dua, masa-masa apa di masa lalu yang ingin terus kubawa di masa sekarang dan di masa yang akan datang.

Bila kedua pertanyaan itu dilontarkan kepadaku, maka aku akan menjawab bahwa orang itu adalah kamu, dan masa itu adalah masa bersamamu.

Tentang mengapa harus begitu, akupun tidak begitu mengerti, aku hanya tidak ingin melukai perasaanku saja, aku hanya ingin memberikan apa yang diinginkan oleh perasaanku yaitu kamu. Lalu, sebagai seorang yang dianugerahi akal dan pikiran, akupun mencoba mengawali perasaanku dengan sesuatu keabstrakan bernama logika. Walaupun, kadangkala kita seringkali menyepelekan hal yang satu ini, bila membicarakan tentang ini kita sering sekali mentertawakannya, takdir yang aneh.

Lalu, bila ada yang mengembangkan pertanyaannya menjadi di mana masa-masa itu akan dilalui? Dengan enteng aku akan menjawab; ada di ingatan dan pikiranku, juga di jiwa dan hatiku, mengapa? Karena aku ingin hidup bersamamu, tanpa atau dengan jasadmu.

Banyak yang tidak kupahami dalam hidup ini, kepercayaan, budaya, adat istiadat, kadangkala harus berperang melawan hati nurani, tidak tahu mana yang harus didahulukan, bila terlalu mengutamakan beberapa hal di atas maka hati nurani menjadi terbelenggu, aku tidak akan pernah menjadi manusia bebas seperti yang kuinginkan, terlalu banyak pantangan-pantangan yang diciptakan oleh kebiasaan turun temurun.

Tetapi bila menuruti hati nurani, maka akan menyerikan kebiasaan itu sendiri, maka mencintaimu biarlah menjadi rahasia hati yang menakjubkan, bila dengan itu aku hidup, mengapa aku harus memilih mati. Aku akan terus hidup dengan engkau yang terkurung di dalam hati.

Kukira, bukan kebetulan Tuhan mempertemukan kita, agar aku bisa belajar mencintai proses bagaimana menjadi dewasa, bahwa seorang yang dewasa tentu akan bisa menghargai dan menghormati perbedaan, dan, kita sendiri adalah perbedaan itu, jadi, kita adalah pelengkap dari semua rasa yang kita inginkan; persahabatan, saling mengasihi dan sesuatu yang hanya bisa aku katakana kepadamu saja.

Tapi, aku menemukan keajaiban dari perbedaan kita, kau yang tiba-tiba menjadi pantom di hadapanku, menyaksikanmu dalam diam, bergerak pelan, berbicara ringan hingga akhirnya kita tergelak, terpesona oleh kemistisan waktu yang tercipta setelah jeda yang cukup panjang.

Aku hanya ingin menjadi sederhana agar bisa mencintaimu dengan kesederhanaan itu sendiri, karena hanya kesederhanaanlah yang bisa memberikan kebersahajaan. Karena aku, ingin hidup tanpa atau dengan jasadmu, seperti hati yang nyata dan jiwa yang abstrak.

11.46 pm

01.04.11