Sekali lagi Tuhan, aku ingin tersungging, sekedar untuk mentertawakan kebodohan demi kebodohan ini. Tetapi pada saat yang bersamaan setitik embun mengalir, bercampur bersama keringat asin yang tak kunjung kering.
Permainan ini tampaknya tak akan segera usai, sementara aku tak lagi punya suara bahkan sekedar untuk sekedar berdesis. Teriakanku semakin perlahan, nafasku lebih sering terpenggal, hingga kadang aku bertepi untuk mencari jeda, akankah semuanya berjalan demikian cepat hingga aku tak sempat menanggalkan semua takdir ini.
Di ambang petang, aku demikian sering melihat wajah Mu hadir dalam keriuhan. Kadang aku harus bertepi, sekedar untuk menyesapi aroma perih yang tiba-tiba hinggap. Ah, semuanya terlalu rumit untuk dijabarkan, sementara keping demi keping teka-teki ini sepertinya belum menunjukkan muara.
Sekali lagi Tuhan, aku terbahak, tetapi kemudian luruh dalam asin air mata yang bercampur keringat. Tak kunjung kering!
Permainan ini tampaknya tak akan segera usai, sementara aku tak lagi punya suara bahkan sekedar untuk sekedar berdesis. Teriakanku semakin perlahan, nafasku lebih sering terpenggal, hingga kadang aku bertepi untuk mencari jeda, akankah semuanya berjalan demikian cepat hingga aku tak sempat menanggalkan semua takdir ini.
Di ambang petang, aku demikian sering melihat wajah Mu hadir dalam keriuhan. Kadang aku harus bertepi, sekedar untuk menyesapi aroma perih yang tiba-tiba hinggap. Ah, semuanya terlalu rumit untuk dijabarkan, sementara keping demi keping teka-teki ini sepertinya belum menunjukkan muara.
Sekali lagi Tuhan, aku terbahak, tetapi kemudian luruh dalam asin air mata yang bercampur keringat. Tak kunjung kering!