Dear my
beloved,
Cinta, maafkan aku, setelah bertahun-tahun
melalui waktu bersama aku masih sering dihinggapi berbagai pertanyaan
tentangmu. Aku menyadari sekarang bukan lagi seperti masa itu, saat kita baru
pertama kali jatuh cinta, saat-saat di mana kita sangat mudah mengatakan cinta,
mengungkapkan rindu dan menyatakan perasaan.
Memang bukan waktu yang sebentar untuk
menjalankan semua skenario takdir ini, walau aku kerap merasa seolah-olah kita
baru berkenalan kemarin dan berteman hari ini. Memang, entah sudah berapa
banyak cerita yang lahir dari rahim kebersamaan kita, tetapi aku seperti tak
pernah kehabisan kata untuk menuliskannya. Semua cerita tentangmu seperti tak
pernah kering.
Aku seperti baru bangun tidur, lalu merasakan
kehadiranmu yang jauh tiba-tiba menjadi dekat, tetapi dekatnya engkau
terselubung oleh tabir yang tipis, aku bisa menyaksikanmu dengan leluasa,
begitu juga engkau, tapi kita terhalang oleh tabir yang tipis itu; orang-orang
di sekitar kita.
Cinta, jika saja aku tidak bertumbuh, aku
akan merasa sakit hati dengan semua ini, menyaksikanmu besar dari bibir
orang-orang yang kukenal, merasakan engkau hadir di setiap lorong-lorong
hidupku, tapi setiap itu pula kita mesti melambaikan tangan dari jauh.
Kadang-kadang aku berfikir apakah engkau
tidak mencintaiku seperti aku mencintaimu? Apakah cintamu kurang besar seperti
cintaku untukmu, apakah rindumu untukku tidak menggebu-gebu? Apakah...engkau
tidak punya gejolak untuk mendobrak semua ini seperti yang ingin kulakukan?
Ah Cinta, setiap kali memikirkan itu dadaku
terasa sesak, nafasku seperti tersengal karena menahan emosi dan perasaan. Aku
kembali terlompat dalam malam sesudah pertemuan kita, masih ingatkah engkau
saat kita harus berpura-pura?
Aku ingat, sebab itu bukan sekali dua kali
kita melakukannya. Semuanya menjadi sempurna saat aku melewati lorong-lorong
sembunyi untuk menyaksikan pelangi yang akan hadir di bening matamu. Aku tahu
di senyum bibirmu ada kata yang tak perlu dijelaskan; bahwa apa yang kita
rasakan sama!
Kau tahu Cinta, pertanyaan itu kadangkala
menghantuiku, menyerbuku dan memaksaku untuk mengacuhkanmu. Bukankah kita
memiliki dunia masing-masing? Lalu mengapa kita masih menerima peran ini, tapi
aku selalu teringat pada ucapanmu bahwa tidak ada yang tidak mungkin terjadi di
dunia ini.
Setiap kali pula aku mencari-cari alasan
mengapa aku harus mencintaimu, mengapa aku harus menggadaikan perasaanku
padamu, setiap kali pula aku tidak menemukan jawabannya. Karena yang kutahu aku
harus menghormatimu, menghargaimu dan memperlakukanmu dengan baik. Ah,
sesederhana itukah perasaanku terhadapmu? Tidak Cinta, aku tak ingin
menyanjungmu terlalu berlebihan, tapi biarkan aku menganggapmu sebagai anugerah
dalam hidupku, sebagai lelaki terindah yang pernah ada di hidupku.
Kadangkala aku juga menggugatmu, menganggapmu
jahat, karena telah membiarkan aku tenggelam dalam rindu yang parah. Tapi aku
juga bukan seseorang yang terlalu baik untukmu, aku pernah menyakiti
perasaanmu, aku pernah berbuat salah, dan engkau memaafkanku, kupikir begitulah
caramu menunjukkan rasa sayangmu, dengan tidak terlalu cepat menghukum, dengan
memberiku kesempatan untuk berfikir dan bersikap.
Kau tahu Cinta, saat aku menuliskan ini aku
seperti menemukan sesuatu yang hilang dari kebiasaan kita. Aku mulai jarang,
bahkan hampir tak pernah mengirimkanmu lagi sura-surat cinta yang panjang, dan
membuatmu membutuhkan waktu berhari-hari untuk menyelesaikan membacanya.
Aku hampir tak pernah mengirimkanmu
puisi-puisi tentang perasaanku terhadapmu, aku mulai jarang
melakukan semua itu, hanya karena sesuatu yang disebut rutinitas, aku
menemukan itu karena engkau tak pernah meminta, engkau tak pernah mengeluh
tentang itu, engkau tak pernah protes.
Maafkan aku, karena selama ini terlalu banyak
meminta, menuntut waktumu yang terbatas, meminta peran yang seharusnya bukan
untukku. Tapi sekali dalam hidupku, aku merasa sangat bahagia, aku seolah
menjadi perempuan paling sempurna karena bisa menyambutmu, dan merengkuh
tanganmu untuk kucium dengan takzim. Terimakasih telah mengabulkan semua itu
untukku, aku mengerti engkau juga tak mudah melakukan semua itu.
Cinta, masih ingatkah engkau pada
permintaanku bertahun-tahun lalu? Untuk bisa tua bersamamu, memotong
kuku-kukumu, menciummu selalu dengan takzim, dan sujud rukuk di belakangmu? Aku
selalu ingat tentang itu, meski hanya sekedar melekat dalam ingatan, tapi
engkau selalu berusaha mewujudkannya satu persatu untukku.
Mungkin terlalu sederhana, tapi saat kita
melakukan semua itu dengan bantuan kamuflase, semua menjadi begitu bermakna dan
bernilai. Kau tahu Cinta, tak mudah menjelaskan semuanya pada tatap penuh tanda
tanya orang-orang di sekitar kita. Mereka tidak akan mengerti, dan mereka tidak
akan menerima. Juga pada kisah yang baru terjadi, kita perlu berterimakasih
pada fatamorgana.
Mungkin engkau tidak terlalu mengerti
maksudku, karena begitulah cara kita saling memahami, dengan mengurai sedikit
demi sedikit kebingungan, tapi Tuhan telah begitu baik padaku, menghadirkan dua
pangeran pada saat yang bersamaan di hadapanku, kalian yang telah menjadi
bagian dari hidupku.
Mungkin juga terkesan naif, karena
kebahagiaan itu hanya berasal dari menatapmu dalam diam, menyaksikan engkau
mengirim isyarat melalui gerak panca indera di antara keramaian. Yah...semuanya
menjadi tak beralasan, karena cinta itu tak perlu penjelasan.
Cinta, aku tak pernah bosan mengatakan, dan
menegaskan, bahwa aku berterimakasih Tuhan telah kirimkan engkau di hidupku.
Aku mencintaimu, tak ada yang berubah dari perasaanku, meski aku tahu, aku tak
bisa mencintaimu dengan terlalu sempurna. Aku ingin tua denganmu....
Yours!
salam kenal kembali :-) bagaimana kabarnya sumatera barat?
BalasHapusmantap surat cinta nya gan... :D
BalasHapussalam kenal... silahkan maen2 juga ke rumah maya saya di http://bercintadenganpagi.blogspot.com
Salam kenal juga bro, thx sudah berkunjung ke rumah sayaa....
HapusSalam kebal bg ihan :D
BalasHapusWuuiihhhh....Meleleh jiwa raga pas baca puisi nya, kereen banget :)
hehehehe salam kenal juga Roza, nama kamu mengingatkanku pada temen SMU ku dulu
Hapus