The Stiletto Heel @internet |
Saya tanya ke sepupu kenapa sih mereka itu pada pakai pita warna merah begitu? Sayangnya adik sepupu saya juga ngga tahu. Nonton ya nonton aja dia. Baru ngeh ada pita-pitaan setelah saya nanya. Beberapa saat kemudian barulah saya tahu kalau mereka sedang memperingati Hari HIV/AIDS sedunia yang jatuh pada Minggu, 1 Desember 2013 kemarin.
Selesai sarapan saya pun langsung cabut berangkat kerja. Di tempat kerja, setelah cek email dan menyiapkan beberapa bahan pekerjaan saya cek timeline di facebook. Beberapa jam kemudian muncul notifikasi dari salah seorang teman. Saya masuk ke link dari notif tersebut, mau tahu apa yang saya temukan di sana? NATIONAL CONDOM WEEK 2013!
Yang semuanya ditulis dengan huruf kapital berwarna merah. Tulisan itu dilengkapi dengan latar gambar kondom yang juga berwarna merah. Refleks saya berfikir bahwa kegiatan ini mirip-mirip dengan London Fashion Week yang digelar saban tahun. "Mungkin di sana akan ada pameran atau sale kondom" batin saya kala itu.
Tak lama berselang salah seorang teman Bunda Ade Anita share tautan blognya. Kalau bukan karena judulnya yang "wow" itu mungkin saya juga ngga langsung klik. Saat membuka postingannya mata saya langsung tertumbuk pada bis merah yang memamerkan foto Julia Perez dengan pose dan pakaian yang sangat sensual. Di sana tertulis Pekan Kondom Nasional 2013. Kegiatan itu sepertinya turut disponsori oleh produsen kondom Sutra yang menjadikan Jupe sebagai Jurkon alias Juru Kondomnya. #mendadakmual
Foto dari blog Bunda Ade Anita |
Selanjutnya gambar-gambar lain tentang National Condom Week 2013 bergentayangan di facebook. Semuanya kalau tak salah saya bernada miring alias mengkritik kebijakan tersebut.
Setelah melihat 'seliweran' itu lalu apa? Apakah semuanya beres begitu saja? Ternyata tidak! Selebaran di dunia maya mengenai Pekan Kondom Nasional 2013 itu terus terbayang-bayang di benak saya. Parahnya yang terbayang di benak saya adalah kondom yang ujungnya mirip dot bayi itu. Betapa tidak, kondom adalah kata paling menyolok dibandingkan dua kata lainnya. Karena sifatnya yang eye cathcing inilah yang membuat kondom jadi begitu melekat di ingatan saya. Bayangkan jika kejadian ini juga dialami oleh anak-anak di bawah umur?
Saya percaya, karakter atau tumbuh kembang seseorang akan terbangun dari apa yang dia lihat, dengar dan rasakan. Percaya atau tidak kita adalah 'produk' dari tiga hal tadi. Bayangkan jika setiap hari otak kita dicekoki informasi yang negatif. Apa jadinya? Otak akan merekam semua informasi tersebut dan menyimpannya di alam bawah sadar kita. Jika terlalu sering alam bawah sadar inilah yang akan mengontrol prilaku kita.
Menurut hemat saya kata-kata serupa kondom, sex aman ataupun pacaran sehat tetap saja merujuk pada konotasi negatif. Meski dalam prakteknya ketiga kata-kata tersebut dipakai untuk mempositifkan tindakan negatif.
Sampai saya menuliskan ini, saya masih belum paham tujuan dari kegiatan Pekan Kondom Nasional itu. Yang saya tahu (katanya) kegiatan ini dibuat untuk menyosialisasikan pemberantasan HIV/AIDS. Makanya dibuat bertepatan dengan hari HIV/AIDS yang jatuh setiap 1 Desember. Kabarnya di acara ini di ibu kota sana juga membagi-bagikan kondom gratis. Apa ini ngga salah dengar? Bagi-bagi kondom gratis? Maksudnya apa ya? #mendadakbego
Yang tersirat dari aksi ini justru melegalkan perbuatan asusila. Seolah-olah kondom adalah juru selamat dari momok mematikan penyakit HIV/AIDS yang sampai sekarang belum ditemukan obatnya. Seolah-olah, ngga apa-apa sex sebelum nikah, kan sudah pakai pengaman alias kondom. Seolah-olah silakan pacaran sebebas-bebasnya, kan sudah ada kondom. Yang anehnya, bukankah kondom ini termasuk salah satu alat kontrasepsi ? Lalu mengapa dikampanyekan secara massal, bukan hanya kepada pasangan yang sudah menikah saja? Oh... sudah bergeserkan makna kontrasepsi sekarang ini? Artinya yang bisa menggunakan alat kontrasepesi boleh siapa saja yang penting punya 'pasangan' sekalipun ngga sah?
Foto diambil dari sini |
Bahwa dalam islam hubungan antara laki-laki dan perempuan sudah diatur sedemikian rupa, mereka yang mematuhinya tentu tak lagi membutuhkan kondom untuk mengantisipasinya. Menurut saya inilah tindakan pereventif atau pencegahan paling efektif. Saat kita tak bisa dengan seenaknya meremehkan aspek dosa dan pahala.
Oh, mungkin saja mereka alpa soal ini. Tapi bukankah kita (Indonesia) dari dulu terkenal dengan budaya ketimuran yang sangat menjunjung adat istiadat dan tatakrama? Lalu di mana letak tatakrama itu jika kita sudah mulai menggembar-gemborkan hal-hal yang tak sesuai dengan kebudayaan kita?
Ah, di tengah carut marutnya negeri ini, para pengambil kebijakan kita tetap saja egois. Semoga saja mereka cepat sadar, dan jangan lupa isi petisi tolak PKN di sini.[]
Fotonya menantang banget yak *gagal fokus*
BalasHapusMbak Ika.... salah fokuskan? Nah itu maksudku, mengampanyekan hal positif dengan simbol2 negatif tak akan lebih baik
Hapusudah dicabut belum sih keputusannya?
BalasHapusudah mbak Ade, kemarin sore aku baca di BBC
Hapusmakasih sob :-)
BalasHapuskak izin share ya,
BalasHapussilahkan Cut :-)
Hapus