halilintar @mirajnews.com |
Untuk waktu sepagi ini, ingin kutanyakan hal itu padamu. Apakah kau bisa menjawabnya?
Kupikir embun belum lagi kering di batang-batang rumput. Kabut juga masih menyelimuti gugusan bukit Barisan. Tetapi mengapa hati ini terasa begitu membara, namun tanpa debar. Ya, tanpa debar sama sekali.
Apakah bulan urung menjadi purnama di penanggalan kali ini?
Duduklah di hadapanku, biar aku puas memandangmu, kau tahu ada kalanya candu itu tak perlu dihisap atau diseduh. Tapi cukup dipandangi saja, dan itu adalah cara paling lena untuk menikmati candu. Jadilah candu di hadapanku, kau tau, orang yang mencari jalan pulang selalu menemui jalan akhir. Berujung ke sebuah pintu. Ya, pintu. Pintu kehidupan.
Mungkin, ya barangkali inilah jalan terakhir itu. Setelah ini barangkali takkan lagi ada jalan, atau lorong, atau gang. Semua selesai dalam diam yang panjang, memang tak mungkin mengharapkan seseorang yang sedang masyuk dalam mabuk panjangnya untuk berbicara. Bahkan sepotong ucapan selamat tinggal, atau selamat datang, atau sampai jumpa lagi.
Lihatlah, bagaimana aku telah jatuh cinta pada purnama yang hadirnya hanya sekali saja dalam sekali penanggalan. Wajah bulatnya, cahayanya yang berkilau, sungguh telat memikat hatiku, begitu erat hingga tak sempat kuperhatikan bintang-bintang lain yang berkelap-kelip.
Apa karena langit itu biru, sehingga melihatnya selalu indah. Padahal ada kerak-kerak jelaga yang bersembunyi di belakangnya. Ada halilintar, dan petir yang menggelegar. Mengirimkan aura ketakutan yang memerindingkan bulu roma. Kau tahu, langit yang mengandung mendung akan melahirkan anak-anak hujan yang selalu basah. Di hatiku. Di mataku. Di rasa yang menjurai-jurai ini.[]
0 komentar:
Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)