ilustrasi |
Pasalnya meski tinggal di Aceh Besar dan beraktivitas di Banda Aceh, saya ber-KTP Aceh Timur. Otomatis kalau mau menyoblos pada hari H nanti ya harus pulang kampung. Tapi berdasarkan pengalaman dua periode terakhir, saya tidak pernah pulang kampung untuk memberikan hak pilih saya. Entah kali ini. Bisa jadi bisa tidak!
Ngomong-ngomong soal pemilu, memang jarang sekali saya membicarakan masalah ini. Juga tak pernah tertarik untuk menuliskannya di blog. Tapi bukan berarti saya tak peduli, diam-diam saya juga mengamati. Sesekali terlibat diskusi serius dengan sejumlah teman. Tapi tetap saja itu tak membuat saya jadi menyimpulkan tentang siapa yang akan saya pilih nantinya.
Tapi, menjelang hari H ini saya sepertinya mulai sedikit lebih tertarik untuk mengamati. Apalagi setelah mengobrol panjang lebar dengan ibu di telepon beberapa hari lalu. Ibu sangat bersemangat menunggu hari pencoblosan itu. Walau pun katanya tetap berdebar-debar.
Kebetulan saya tinggal di pinggiran Banda Aceh. Otomatis jarak dari rumah ke tempat kerja yang berada tak jauh dari pusat kota lumayan berjarak. Di sepanjang perjalanan mudah sekali menemukan berbagai atribut kampanye. Saya pun mengamati, banyak yang saya kenal, tapi tak sedikit pula yang saya tak kenali.
Yang saya kenali ini bisa karena beberapa hal; pertama karena mereka berasal dari golongan incumben (sebelumnya juga anggota dewan); kedua mereka yang berasal dari kalangan aktivis, pegiat sosial atau tokoh-tokoh masyarakat yang nama dan wajahnya sering muncul di media massa atau sosmed; ketiga caleg-caleg yang tahun 2009 lalu nyaleg tapi kebablasan dan tahun ini nyaleg lagi. Beberapa malah lompat partai, kalau 2009 dulu naik dari partai A sekarang naik dari partai B.
Oke, lantas yang mana yang masuk kriteria saya? :-D
Sebagai anak muda saya sepakat bahwa kita nggak boleh cuek dengan politik. Karena sekecil apa pun masalah terkait negara atau daerah ini pasti diputuskan oleh pelaku politik. Hm... sebagai anak muda juga, boleh dong kalau saya punya kriteria khusus dalam memilih seorang calon pelayan rakyat?
Saya sering mendengar para caleg mengatakan bahwa mereka calon 'pelayan' rakyat. Ingat, kata kuncinya adalah 'pelayan' ya, artinya mereka yang akan pontang panting banting tulang mengurus rakyat nantinya setelah duduk di bangku legislatif. Melalui apa? Ya melalui tiga fungsi utama dewan; budgeting, legislasi dan monitoring. Lho, kok saya tahu? Ya tahu dong, kan saya baca di intenet hihihihih.
Saya mengasumsikan Aceh ini adalah sebuah 'rumah' yang sangat besar. Di mana 'pemilik' rumahnya yang tak lain adalah saya (rakyat) sedang mengadakan audisi untuk mencari asisten rumah tangga (anggota dewan). Jika audisinya lulus saya akan mempekerjakan mereka selama lima tahun ke depan. Nantinya para art itu akan saya bagi menjadi beberapa komisi dengan tugas dan tanggung jawab berbeda pula.
Nah, untuk mendapatkan seorang art yang baik budi, sopan dan rajin menabung apa yang akan saya lakukan? Tentunya saya akan memilih yang sesuai kriteria saya dong. Oke, baiklah, inilah kriteria saya.
Muda
Ini kriteria utama saya dalam memilih seorang calon anggota dewan. Bayangkan jika Aceh ini sebuah rumah yang sangat buesarrrr... kita memerlukan sosok yang sehat secara jasmani dan rohani. Supaya mereka tidak mengeluh selama menjalankan tugasnya. Tidak dikit-dikit capek, dikit-dikit capek. Anak muda energinya masih besar, semangat dan idealismenya masih tinggi, ide-idenya masih segar, dan mereka umumnya cenderung fleksibel, jadi gampang berbaur di luar kelompok mereka.
Pemain baru
Pemain baru maksud saya bukan yang sebelumnya sudah pernah menjadi seorang aleg. Bagi sebagian orang mungkin berpendapat, orang baru belum berpengalaman. Lha kalau mereka tidak pernah diberi kesempatan bagaimana bisa dapat pengalaman? Kalau setiap periode orang-orang yang nangkring di sana orang yang sama, bagaimana mungkin ada perubahan? Sementara ide-idenya selalu berasal dari isi kepala yang sama.
Seorang pemain baru tentunya punya konsep baru yang akan ditawarkan. Kalau pun niru ya pasti ngga mirip-mirip amit lah. Untuk pemain lama yang sudah habis masa jabatan alangkah idealnya jika mencari ranah lain untuk mewujudkan kreativitasnya.
Hm... terus menerus berada di rumah yang sama selama lima tahun bosan nggak siih? Pasti bosan lah ya. Apalagi kalau pemilik rumahnya cerewet. Salah dikit didemo. Salah dikit diberitain. Salah dikit dikatain di sosmed :-D.
Kecuali eh kecuali. Di rumah itu tersedia kursi empuk yang bisa dimanfaatkan untuk ler-leran kalau pemiliknya lagi ngga ada. Ada TV berlayar lebar yang punya ratusan chanel keren. Ada kolam renang yang bisa dipakai untuk ngadem-ngademan saat cuaca lagi terik-teriknya. Atau.... isi kulkas yang ngga pernah kekurangan stok. Ada daging, susu, keju, telur, madu, nyam-nyamn.... Kalau si anak yang punya rumah rewel tinggal kasi obat tidur.
Cerdas
Mengapa ini masuk kriteria saya? Iya, karena orang cerdas biasanya ngga pernah mati gaya. Selalu saja ada ide-ide kreatif. Hanya orang cerdas yang bisa menempatkan dirinya dalam segala situasi dan posisi. Orang cerdas selalu bicara sesuai dengan porsinya dan itu membuatnya dihormati oleh orang lain.
Hm... saat kau kepanasan dan di hadapanmu ada orang cerdas, kau tak perlu sampai mengatakan 'nyalakan AC-nya'. Tapi cukup kibas-kibaskan tangan, orang cerdas itu langsung mengerti. :-)
Keluarga
Kepada ibu saya, saya berpesan agar beliau tidak memilih seorang caleg karena latar belakang keluarganya tidak harmonis.
Bagi sebagian orang mungkin ini tak penting, tapi bagi saya ini sangat penting. Oh, saya tidak akan pernah bisa membayangkan seorang aleg berangkat ke gedung dewan dengan wajah kusust masai karena baru saja bertengkar dengan pasangannya. Iiiii.... bagaimana kalau tiba-tiba hari itu ia akan membuat keputusan terkait produk hukum yang akan diberlakukan bagi seluruh rakyatnya. Omaaaaaakkkkkk!!!
Caleg-caleg ini pasti berasal di sekitar lingkungan kita. Pasti sangat mudah mendeteksi keluarganya. Cari tahu siapa istrinya, suaminya, anaknya, keluarga besarnya, apa usahanya dan hal-hal pribadi lainnya. Supaya kita tahu kalau ada hil-hil mustahal yang terjadi kita bisa memposisikan diri dengan bijak.
Rekam Jejak
Soal rekam jejak ini misalnya bisa dilihat dari perjalanan berorganisasi atau karirnya. Atau bisa juga rekam jejak kelompok yang mengusungnya. Dan ini soal persepsi, persepsi kita tentang caleg-caleg itu tentunya berbeda-beda. Jadi jangan berusaha untuk saling mempengaruhi atau menjelek-jelekkan caleg lain. Saya aja sama ibu saya ngga ada tuh maksa-maksa, pas ibu bilang mau milih partai A saya cuma bilang gini; kalau ibu sudah yakin ya gpp, pilih saja.
Sering saya lihat, calegnya sih aman-aman aja, tapi yang terlalu sibuk adalah tim suksesnya. Alih-alih mempromosikan keunggulan jagoannya, yang terjadi justru menjelekkan konstestan lain. Ini ngga sportif, saya nggak suka ah, dan bikin illfeeeeel. Efeknya bukan ke tim suksesnya tapi ke calegnya.
Oiya, rekam jejak ini juga perlu diperhatikan lebih serius pada caleg-caleg yang lompat partai atau incumben. Gimana track record sebelumnya. Jangan-jangan dikeluarkan di partai tertentu karena perbuatan tak menyenangkan malah naik jadi caleg dari partai lain. Mengerikan yaaa? Aku sih ngerih.
Waahhh sudah lima poin, sepertinya sudah cukuplah :-D. Oke, selamat memilih yaaa......
Jadi pemilih harus benar-benar mengenal calegnya luar dan dalam ya kak. Meski agak sulit mencari tahu kondisi rumah tangga si calegnya.
BalasHapusidealnya begitu Citra, dan kita memang hanya bisa menilai dari luarnya saja, tapi kalau emang kita niat milih pasti nanya-nanyalah :-)
HapusHmmm iya juga ya... tp kmrn mira milih yg rada tua...krn setelah googling yg muda2, justru gak tau siapa :D . Nasib milihnya daerah dki
BalasHapusMengenai keluarga, kalau calegnya ada istri lebih dari satu, tapi dengan semua istri harmonis. Apakah masuk kriteria Ihan? :)
BalasHapusaku setuju yang point lima!!
BalasHapusKalo aku dukung caleg yang bisa memperjuangkan bioskop di Banda Aceh, kira2 ada gak kak? Hahaha
BalasHapus