Judul : Jetty Maika: Bertahan di Ujung Pointe…
Penulis : Budi Maryono dan Gana Stegmann
Tebal : 167 halaman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : 2014
JETTY Maika adalah seorang balerina ternama di Indonesia. Karirnya sebagai penari balet dimulai ketika usianya 18 tahun pada 1985 silam. Ibu dua anak ini pertama kali ‘terjerumus’ ke dunia balet sejak usia lima tahun. Semuanya gara-gara sang ibu yang dipanggilnya Mami.
Tanpa sepengetahuan Jetty, Mami mendaftarkannya ke sekolah balet. Setiap akan berangkat ke tempat les Jetty selalu menekuk wajahnya. Sinyal kalau ia tidak suka dan merasa terpaksa, tapi sayangnya Mami tak pernah merespon ‘pemberontakannya’.
Padahal, Jetty kecil bercita-cita ingin menjadi pramugari. Cita-cita yang selalu dikaitkan dengan keinginan berkeliling dunia secara gratis. Meski gagal menjadi pramugari balet mewujudkan cita-citanya untuk berkeliling dunia.
Sejak kecil dunia Jetty hanya terbatas pada dua hal saja; sekolah dan balet. Ia tidak punya teman, baik di sekolah maupun di lingkungannya. Teman-teman sekolahnya menganggap Jetty sombong dan judes karena selalu berjalan dengan dagu tegak. Saat SMP ia dujuluki si ‘bola bekel’ sedangkan saat SMA dijuluki si ‘katak’. (Halaman: 25)
Perlahan tapi pasti Jetty menemukan keasyikan dalam balet. Satu kejadian saat masih SMP menjadi turning point yang membuatnya memilih untuk menekuni balet seumur hidupnya. Dia tidak lagi ingin menjadi pramugari, melainkan ingin sekolah balet di London. Tapi takdir berkata lain, kebangkrutan yang dialami ayahnya membuat Jetty mengubur dalam-dalam keinginannya itu. Jetty berjuang keras untuk menghidupi dirinya sendiri. (Halaman: 35)
Namun berkat ketekunan, konsistensi dan persistensinya dalam mempelajari balet, terutama balet klasik, membuat Jetty berhasil mencapai cita-citanya. Ia pernah beberapa kali mendapat beasiswa kursus balet ke luar negeri. Balet telah menjadi darah daging bagi murid almarhuman Nanny Lubis dari Namarina ini. Sekarang Jetty tidak lagi menari melainkan menjadi guru balet dan mengelola sebuah studio balet di Jakarta; Speranza.
Buku biografi berjudul Jetty Maika; Bertahan di Ujung Pointe... bukan hanya memperkenalkan seorang Jetty Maika sebagai balerina Indonesia. Lebih dari itu, buku ini juga membuka cakrawala kita pada balet yang masih sangat asing di Indonesia. Jujur saja, saya baru mengenal nama Jetty Maika setelah membaca buku ini.
Penulis buku ini, Budi Maryono dan Gana Stegmann menyajikannya dengan sangat apik. Bahasanya sangat lentur, istilah-istilah balet dijelaskan dalam ilustrasi yang sederhana sehingga mudah dipahami dan bisa dibayangkan gerakannya.
Seperti menonton sebuah pertunjukan balet, Jetty Maika hadir sebagai tokoh utama yang menuntun pembaca ke setiap lika-liku hidupnya. Jetty hadir dengan kostum baletnya yang unik dan sepasang pointe shoes; simbol kedigdayaan seorang ballerina. Ia berputar, melompat, memamerkan gerakan-gerakan akrobatiknya yang mengagumkan dan menyihir. Tahu-tahu ia sudah membawa kita ke halaman terakhir.
Kehadiran putri kecilnya Jemima Vaya, yang juga seorang penari balet membuat buku ini semakin menarik. Setidaknya kita jadi tahu, betapa besar usahanya agar ballet Indonesia punya nilai di panggung dunia. Vaya adalah ‘pintu’ bagi cita-cita besarnya agar Indonesia mempunya ballet company, yang tidak akan pernah ada tanpa dukungan pemerintah. “Jika Vaya bisa, sukses sebagai prima ballerina, dia pun harus kembali untuk memberikan apa yang telah dia terima dan miliki untuk Indonesia…” (Halaman: 148)
Gambar-gambar menarik yang menjadi selingan dalam buku ini membuat kita tidak bosan saat membacanya. Selain itu, sampulnya juga sangat menarik dan elegan. Buku ini akan diluncurkan pada 6 Januari 2015 mendatang di Gramedia Matraman, Jakarta.
Kalau pun ada yang kurang menurut saya cuma satu, Jetty tidak menceritakan latar belakang kedua orang tuanya. Sungguh, sejak awal saya sangat penasaran dengan ini. Bagi siapa pun yang sedang menapaki tangga-tangga menuju sukses, buku ini patut dibaca. Seperti kata Jetty " Proses memang luar biasa. Proses bisa menjadi sesuatu yang sangat berarti. Kalau dibanding-bandingkan, boleh dibilang lebih berarti ketimbang pertunjukan".[]
Telah dipublikasikan di www.atjehpost.co pada Kamis, 25 Desember 2014
0 komentar:
Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)