KEHILANGAN. Sekalipun ia tidak bernama tetap saja menyisakan sepotong perih. Terlepas kita rela atau tidak pada sesuatu yang hilang itu. Mungkin, kemuraman akan menghinggapi setengah atau seluruh wajah kita. Melahirkan sembab di sepasang mata kita atau keletihan otak yang teramat sangat.
Apakah kehilangan perlu ditangisi, diratapi atau mungkin membuat kita frustasi? Jawabannya tentu saja tergantung. Tergantung pada sekuat apa bola mata kita menahan laju air agar tak berubah menjadi deras. Tergantung pada sekuat apa jiwa kita menyikapi beban dan memahami semua yang terjadi.
Setiap orang pernah mengalaminya. Seperti yang kutulis di atas, rela atau tidak kehilangan tetap menyisakan sepotong rasa yang tak nyaman.
Anggap saja sesuatu yang hilang itu seperti buih-buih ombak di tepi pantai. Ia akan terus datang silih berganti dengan bentuk dan rupa yang berbeda-beda. Atau seperti pucuk gunung yang tertutup kabut atau awan pekat. Hilang, tetapi bukan berarti kita tidak bisa melihatnya kembali. Hilang, mungkin saja ia datang dalam wujud embun di pagi hari. Kemudian kering ketika sang mentari datang. Apakah kita harus bersedih karenanya? Bukankah mentari juga menjanjikan harapan?[]
0 komentar:
Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)