ilustrasi ayah dan anak perempuannya
Ayah,
Apa kabarmu di sana? Kau pasti baik-baik saja
bukan? Ayah pasti baik, karena aku selalu mendoakan ayah dari kejauhan.
Ayah,
Ceritakan padaku tentang wangi surga yang
dirindukan itu. Aku ingin sekali sekadar mengetahui seperti apa wajahnya.
Ayah,
Bolehkah aku menceritakan sesuatu padamu?
Aku
tahu, sedikit sekali waktu yang kita punya dulu agar bisa saling bertukar
cerita. Aku dan ayah selalu jauh, hidupku habis di perantauan, bahkan sejak
usiaku masih sangat belia. Ayah juga terlalu cepat pergi, meninggalkan aku,
meninggalkan ibu, meninggalkan semuanya. Padahal kami masih sangat membutuhkan
ayah.
Ayah tahu apa yang terjadi setelah ayah tiada?
Semuanya berjalan baik-baik saja, normal-normal saja. Tapi itu hanya di
awal-awal saja. Belakangan terlalu banyak hal-hal yang tidak diinginkan hadir
di kehidupan kami. Di hidupku, di kehidupan ibu, di kehidupan adik-adik.
Dan tahun ini adalah puncak dari semua hal
yang tidak menyenangkan itu. Aku tidak ingin berputus asa, Ayah. Aku terus
berusaha menghibur dan menyemangati diriku. Tapi air mata yang tumpah ini bukan
kuasaku untuk menahan lajunya. Terkadang aku juga merasa rapuh.
Ayah,
Ayah tentu belum lupa seperti apa bentuk rumah
kita, kan. Juga sepetak tanah yang ada di seberang jalan di depan rumah kita. Rumah
itu ayah bangun dengan keringat. Dengan mengabaikan segala ketakutan di tengah
desingan peluru. Ayah tak hiraukan lelah agar kita semua punya tempat
bernaung.
Begitu juga dengan tanah yang di seberang
jalan itu. Tanah itu sekarang telah menjelma menjadi hutan kecil yang teduh.
Anak lelakimu telah menanam puluhan pohon di tanah itu. Beraneka macam
burung kini menjadikan hutan kecil itu sebagai habitatnya. Rumah kita ramai
dengan suara burung di sepanjang harinya.
Rumah itu selalu kurindukan. Selalu ingin aku
rasakan lantainya yang dingin dan membuang pandangku dari jendelanya yang
banyak. Ya, Ayah. Rumah itu adalah surgaku. Di sana aku merasakan kedamaian dan
kehangatan tentang cinta dan kasih sayang.
Ayah,
Tapi apa ayah tahu apa yang terjadi sekarang?
Rumah dan tanah di seberang jalan itu sekarang berada di ujung tanduk. Aku
tidak tahu siapa yang akan menang dalam takdir yang sudah digariskan oleh yang
Kuasa saat ini. Keduanya menjadi jaminan di bank. Dan hari ini, hari ini, ayah,
adalah hari terakhir sebelum jatuh tempo besok.
Sejak berhari-hari yang lalu aku sudah
berusaha sekerasnya agar mendapatkan pinjaman. Aku berusaha sebisaku untuk
mendapatkan uang agar bisa menutupi cicilannya yang besar. Jika tidak.... aku
tidak kuat untuk mengatakannya pada ayah. Bulan lalu aku juga melakukan hal yang sama. Ayah, beban ini rasanya terlalu berat untuk kupikul.
Kondisi kami sangat tidak baik ayah. Semuanya seperti berubah menjadi lingkaran setan yang bahkan tak memberi kami ruang untuk bernapas. Kami seperti tersedot ke dalam semua kesulitan. Sehingga tak sedikitpun terlihat ada jalan keluar. Semuanya nyaris hancur berkeping-keping.
Bukan hanya rumah dan tanah di seberang jalan itu yang nasibnya tak jelas. Tapi juga kebun-kebun yang dulu kau dapatkan dengan susah payah, kendaraan. Ayah, apakah ini jalan menuju jurang kehancuran? Apa yang dulu ayah dapatkan hilang satu persatu dan rasanya akan ambruk semuanya. Semuanya menjadi kacau balau ayah.
Ayah,
Jika kau masih ada, aku yakin sekali kondisi
ini tidak akan terjadi. Semuanya pasti akan teratasi dengan baik, karena aku
tahu ayah sangat lihai dalam hal itu. Ayah tidak akan membiarkan kami
terombang-ambing dipermainkan takdir seperti ini.
Di tengah kondisi seperti ini emosiku menjadi
tidak stabil ayah. Aku rasanya ingin sekali marah, aku menangis diam-diam, aku
cemas memikirkan ibu dan juga adik-adik. Aku cemas kami semua akan kehilangan
tempat tinggal nantinya. Aku cemas anak lelaki ayah tidak bisa menghadapi semua
ini. Aku cemas dia tidak bisa menyelesaikan apa yang sudah dimulainya. Ya ayah, tapi aku tak menyalahkannya. Aku akan tetap mendukungnya.
Ayah,
Setelah aku menceritakan tentang ini aku mohon
ayah jangan sedih. Aku tahu apa yang terjadi di sini bukan lagi menjadi
tanggung jawab ayah. Tapi aku hanya ingin ayah tahu, sungguh, aku sedang sangat
kalut saat ini. Aku nyaris tak bisa berpikir ayah. Kepalaku terus berdenyut.
Sakit.
Ayah,
Aku tahu kau bisa melihat kami dari sana. Aku
juga sering melihatmu dari dalam mimpi-mimpiku. Ayah, peluklah aku agar semua
beban ini terasa ringan. Peluklah, Ayah. Peluk aku. Agar aku merasa tenang, agar aku merasa ada yang mempedulikanku, agar aku bisa mencari jalan keluar. Aku perlu mendapatkan kekuatan darimu ayah.
Ayah,
Ayah tahu, ayahlah pria terhebat yang selalu memenuhi ruang-ruang di hati dan ingatanku. Ayahlah pria terkuat yang pernah aku lihat, yang mengajarkanku banyak hal dalam diam. Ayah tak pernah mengeluh, atau mengaduh. Dan aku, bukan bermaksud untuk mengeluh kepadamu ayah. Tapi ayahpun tahu, apa yang bisa dilakukan gadis kecil ini tanpa ayah?[]