Ilustrasi |
Zenja,
Ada apa gerangan tiba-tiba kau muncul di mimpiku semalam? Bukankah kita sudah berjanji untuk tidak saling mengingat, tidak saling bertukar pandang, tidak saling mengunjungi, sekalipun dalam mimpi?
Ah, tapi kita tidak pernah membuat perjanjian khusus tentang itu bukan? Artinya, kita (masih) boleh saling mengingat, boleh saling bertukar pandang, boleh saling mengunjungi, sekalipun hanya dalam mimpi.
Atau, karena ini Mei. Bulan yang selalu mengembalikanmu kepadaku, seperti aku yang kembali padamu di setiap September. Bulan di mana kau selalu berusah payah untuk membuat sepotong dua potong puisi, hanya untuk mengatakan bahwa aku begitu berarti untukmu.
Entahlah, aku hanya berpikir mengapa dua orang yang sama-sama keras kepala seperti kita bisa punya cerita sepanjang ini. Jika cerita ini kuilustrasikan sebagai benang, dan kita berdua memintalnya, sudah menjadi sebuah permadani yang berlapis-lapis tebalnya.
Banyak hal yang ingin kuceritakan padamu, tentang langit jingga yang menyedotku dalam pusaran rindu, tentang ricik air pegunungan yang menghanyutkanku pada cerita-cerita kita, juga tentang kilau mentari pagi yang menghangatkan, sehangat ucapanmu yang tak pernah luntur.
Tentang ricik air ini, aku punya cerita khusus untukmu. Di sanalah aku memadamkan semua gejolak dan melumatkan semua rindu yang bersarang di dalam jiwa. Sebagiannya kuhanyutkan bersama riak yang mengalir deras. Entah ke mana riak membawanya.
Zenja,
Kau tahu, kemarin malam aku menikmati kembali seperti apa rasanya cemburu. Seperti apa rasanya hati ini menghangat dan berisik. Ya, rasanya indah, karena katamu cemburu yang sesuai takaran adalah tanda cinta yang sedang mekar bukan?
Kembali jatuh cintakah aku?
Padamu aku pernah mengatakan; tak apa cinta jatuh berulang-ulang, asalkan kepada orang yang sama. Sekalipun dalam mimpi jatuh cinta tetap saja menyenangkan, membuat bahagia, menggembirakan.[]
0 komentar:
Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)