Nyatanya, mencintaimu
tak sesederhana puisi yang pernah dituliskan Sapardi Djoko Damono.
Aku memanggil namamu
dalam helaan hening. Sebagai isyarat jutaan ucap yang ingin kusampaikan lewat
kata-kata. Lalu aku menunggu. Sampai pagi tiba. Bunga-bunga mimpi mengambil
alih semua khayaliku tentangmu.
“Aku rindu,” kataku.
“Aku ingin bertemu,” kataku lagi.
Pertemuan itu pun, tak
sesederhana pertemuan pada lazimnya. Pertemuan itu mengulum mendung, yang bisa
melahirkan hujan sewaktu-waktu. Menyekap kata-kata, hingga akhirnya kita nyaris
seperti makhluk bisu.
Aku menyesap kopi. Kau
menikmati secangkir cokelat panas. Aku mencicipi minumanmu, bukan karena aku
sangat ingin menikmati cokelat itu. Tapi agar aku bisa mengecup bibirmu melalui
perantara cangkir itu.
Lihatlah, bahkan untuk saling mengecup pun kita harus
meminta bantuan cangkir. Lalu di mana sederhananya mencintaimu?
“Aku ingin menikmati
kota ini denganmu.”
Sesederhana itu
keinginanku. Tidur beralaskan rumput. Memandangi pendar-pendar keperakan
bercampur emas di atas kepala kita. Dan kilau cahaya di sepasang matamu. Mata
yang selalu ingin aku tatap. Mata yang ingin kutenggelamkan diriku ke dalamnya.
Jawabanmu mematahkan
keinginanku yang sederhana itu. Nyatanya tak sesederhana itu. Kadang-kadang ‘ya’
saja tak cukup sebagai jawaban.[]
-->
0 komentar:
Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)