Minggu, 24 November 2019
Jumat, 25 Oktober 2019
Secangkir Kopi Rempah dan Sepotong Roti Lapis Daging
Bohong kalau aku tak ingin ada kamu di sini. Menikmati malam yang dingin setelah hampir seharian dibebat mendung dan diguyur hujan. Dengan isi kepala dipenuhi sulur-sulur pekerjaan yang menumpuk. Entah karena itu pula akhir-akhir ini aku merasa semakin tak nyenyak tidur. Entah karena rindu untukmu yang kian bertumpuk.
Ini yang keempat kalinya aku datang ke kafe ini. Tak begitu jauh dari rumah. Selain, tempatnya juga nyaman, bebas asap rokok, tak berisik, lapang, dengan pendar-pendar lampu kekuningan yang agak sedikit temaram. Selalu ada tempat untuk membahagiakan diri sendiri. Tempat ini, mungkin saja salah satu di antaranya.
Seorang pelayan pria segera menghampiri begitu aku merapatkan pantat dengan kursi kayu berpelitur cokelat muda yang licin.
"Mau pesan kopi rempah?" tanyanya ramah.
Aku mengangguk cepat. Ya, kopi rempah adalah tujuanku datang ke kafe ini. Selain, berencana menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tertunda. Juga untuk menghilangkan nyeri yang sejak siang tadi kurasa begitu berdenyut-denyut di kepala.
"Boleh. Sama roti lapis daging, ya," kataku menambahkan.
Si pelayan pria itu tersenyum dan mengangguk. Lalu berbalik arah setelah mencatat menu yang kupesan. Tak lama kemudian ia kembali dengan nampan bertelekan secangkir kopi rempah yang harum. Aroma kayu manisnya begitu menggoda. Membuatku tak sabar ingin segera menyesapnya. Entah bagaimana, aku selalu tak sanggup menahan hasrat pada kopi. Mungkin juga padamu...
Ah, menyebut namamu membuatku ingin kamu ada di sini. Menikmati secangkir kopi rempah ini berdua. Saling bergantian. Anggap saja kita sedang saling ingin memagutkan bibir. Anggap saja begitu, walaupun itu hanya sebentuk angan-angan yang sering kita nyatakan. Kenyataannya, kamu tidak di sini. Kenyataannya, hanya ada secangkir kopi rempah dan sepotong roti lapis daging di sini. Kenyataannya, malam tetap saja dingin. Karena kamulah sumber kehangatan itu.
Kata-katamu seperti api unggun. Membara memercikkan kembang api di hatiku. Ya, kamulah api unggunku.[]
Senin, 21 Oktober 2019
Wakaf Saham, Cara Cerdas Investasi Akhirat di Era Revolusi Industri 4.0
Ilustrasi |
MOBIL yang dikendarai Humas
Aksi Cepat Tanggap Aceh, Zulfurqan, melaju di Jalan Malahayati menuju arah
Krueng Raya, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar, Sabtu sore (12/10/2019). Sekitar
30 kilometer dari pusat ibu kota provinsi di Banda Aceh. Bersama seorang rekan
lainnya, sore itu kami bergerak menuju ke lokasi rintisan lumbung ternak wakaf
milik ACT Aceh di Gampong Ie Suum, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar.
Lembaga ini, sebagaimana
diketahui merupakan sebuah organisasi nonpemerintah yang fokus pada isu-isu
kemanusiaan. Di samping itu juga fokus pada pemberdayaan ekonomi umat, di mana
lumbung ternak wakaf dan lumbung pangan wakaf menjadi salah satu program
andalannya.
Lumbung ternak wakaf ini
mulai dirintis sejak awal 2019 berawal dari lima ekor domba wakaf. Kini telah
berkembang menjadi 44 ekor domba. Sebagiannya merupakan domba-domba wakaf dari
para dermawan, sebagiannya lagi hasil kembang biak dari beberapa induk.
"Lumbung ternak yang di
sini dipercayakan untuk dikelola oleh seorang pemilik pesantren. Ke depan kita
ingin hasil dari pengelolaan lumbung ternak ini bisa mendukung aktivitas di
pesantren juga. Kami berusaha agar terus bisa berinovasi dalam memaksimalkan
potensi wakaf produktif," kata Zulfurqan.
Tembang-tembang lawas dari music player di dashboard mobil mengalun lembut. Sekaligus menghadirkan suasana
melankolia. Ditambah cuaca saat itu agak sedikit cloudy.
"Jadi teringat perjalanan dengan bus dari Banda Aceh
ke Medan," saya berkelakar.
Lazimnya bus antarprovinsi dari Aceh tujuan Medan, Sumatera Utara menjadikan lagu-lagu lawas berada di tangga teratas dalam daftar lagu yang diputar. Suara-suara Broery Marantika, Pance F Pondang, dan Bhetaria Sonata, akan menjadi teman perjalanan yang menyenangkan.
Omong-omong soal investasi
wakaf, obrolan pun jadi melompat ke informasi kerja sama layanan wakaf saham antara Global Wakaf
(grup ACT) dengan PT Henan Putihrai Sekuritas (HP Sekuritas) yang baru saja
dilakukan awal Oktober 2019.
Memberi makan domba di lokasi lumbung ternak wakaf ACT Aceh @Zulfurqan |
Dewasa ini semangat
berfilantropi di kalangan umat Islam terus tumbuh dan berkembang. Hal ini bisa
dilihat dari semakin eksisnya lembaga-lembaga kemanusiaan yang mengelola harta
umat Islam seperi zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Harta yang dihimpun dari
kedermawanan umat Islam itu tidak hanya disalurkan secara konsumtif, tetapi
juga dikelola secara produktif untuk memaksimalkan perolehan deviden atau bagi
hasil. Bagi umat Islam, setiap harta yang dikeluarkan atas nama agama tersebut
juga memiliki dimensi ukhrawi sebagai investasi akhirat. Hal ini menjadi motivasi tersendiri bagi umat Islam dalam mengeluarkan hartanya untuk agama.
Sejalan dengan itu,
perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih telah memungkinkan para
individu untuk melakukan investasi akhirat hanya dengan modal sebuah perangkat digital.
Sebagai contoh, menjelang Idul Adha misalnya, para individu yang ingin berkurban tidak perlu bersusah payah pergi ke pasar hewan untuk mencari domba, kambing, kerbau, atau sapi yang akan dikurbankan. Mereka cukup membuka gawainya, menginstal aplikasi tertentu, dan tinggal menyesuaikan antara hewan yang ingin dikurbankan dengan budget yang dipunyai. Secara otomatis ia akan terhubung dengan penyedia jasa kurban dan penerima kurban. Betapa mudah, kan?
Di
tengah tren Revolusi Industri 4.0 yang tengah digadang-gadangkan saat ini,
lembaga-lembaga pengelola harta umat Islam mau tak mau harus terus berbenah dan
mengikuti perubahan zaman. Hal ini tak terlepas dari kondisi yang memungkinkan umat untuk memiliki aset kekayaan dalam bentuk produk-produk investasi keuangan. Kehadiran wakaf saham merupakan salah satu jawaban atas
tuntutan zaman tersebut. Sekaligus akan mempermudah para filontropis muslim dalam berwakaf.
Seketika saya lupa pada
lagu-lagu sendu yang sesaat sebelumnya membuat pikiran saya berkelana jauh. Kebalikan
dari senandung Ebiet G Ade, saya justru merasakan perjalanan ini terasa semakin
asyik saja.
Model Wakaf Saham
Kita pasti sudah sangat
familier dengan wakaf tanah, kebun, atau bangunan (properti). Tapi wakaf saham? Ya, ini
memang instrumen keuangan syariah yang belum begitu akrab di telinga kita orang awam. Bisa dimaklumi, mengingat pasar modal belum menjadi produk arus utama di kalangan masyarakat kita, terutama yang kelas menengah ke bawah.
Namun, sebagaimana halnya tujuan wakaf untuk memanfaatkan benda wakaf sesuai dengan fungsinya, kehadiran wakaf saham
telah turut berkontribusi dalam kemajuan dan peningkatan ekonomi umat Islam. Oleh karena itu kegiatan sosialisasi seperti festival literasi zakat dan wakaf ini sangat efektif dan perlu dilakukan terus-menerus.
Pada prinsipnya, cara
melakukan wakaf saham ini tak jauh berbeda dengan wakaf harta lainnya. Hanya
saja, harta yang diwakafkan berbentuk lembaran-lembaran saham yang dibeli dari
mitra yang telah terdaftar di Anggota Bursa penyedia layanan Sharia Online
Trading System (AB-SOTS). Artinya, tidak semua saham di Bursa Efek Indonesia
bisa diwakafkan, hanya yang sudah terindeks dalam Indeks Saham Syariah
Indonesia (ISSI). Modelnya ada dua, wakaf yang bersumber dari keuntungan investor saham dan wakaf yang menjadikan saham syariah sebagai objek wakaf.
Sebagai sebuah produk
investasi berbasis instrumen agama, lahirnya produk wakaf saham telah melewati
beberapa tahapan payung hukum seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri
Agama, hingga Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Jadi kita tidak perlu ragu lagi untuk
berwakaf melalui instrumen ini.
Wakaf ini juga tak terbatas
pada individu, tetapi juga bisa oleh lembaga atau perusahaan. Katakanlah misalnya
ada sebuah perusahaan yang memiliki tabungan saham di pasar modal, dia bisa
mewakafkan sekian persen sahamnya kepada nazir atau pengelola wakaf. Dengan
adanya akad antara wakif dengan nazir, otomatis kepemilikan saham sejumlah yang
diwakafkan tersebut telah beralih kepemilikan. Dari yang sebelumnya dari
Rekening Dana Nasabah (RDN) wakif ke RDN nazir. Ketika saham tersebut
menghasilkan deviden, nazir bisa mempergunakannya untuk berbagai kepentingan
umat Islam.
Perbandingan skema antara wakaf saham model 1 dan 2
Direktur Bursa Efek Indonesia, Nicky Hogan dalam forum Silaturahmi Kerja Nasional Masyarakat Ekonomi Syariah pada 2016 lalu menjelaskan, sebagai wakaf produktif wakaf saham memiliki potensi besar seiring semakin diliriknya saham-saham syariah oleh para investor. Setidaknya cukup tergambar dari grafik di bawah ini:
Ilustrasi sederhana yang dipaparkan Nicky Hogan, bila 50% investor saham syariah mendapatkan profit atau sekitar 3.500 investor per bulan saja, dengan asumsi wakaf yang disetorkan Rp100 ribu per bulan per investor, itu artinya terkumpul Rp350 juta dana wakaf per bulan. Dana ini bisa untuk memenuhi kebutuhan hingga 700 fakir miskin bila masing-masing menerima Rp500 ribu.
Penjelasan lebih detail mengenai wakaf saham | sumber video IDX Chanel
Tak Hanya Saham
Dalam Pasal 21 Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, dijabarkan bahwa bukan cuma saham saja yang bisa diwakafkan melalui pasar modal, tetapi juga:
Surat berharga yang berupa:
1. Saham;
2. Surat Utang Negara;
3. Obligasi pada umumnya;
dan/atau
4. Surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan
uang.
Hak Atas Kekayaan Intelektual yang berupa:
1. Hak cipta;
2. Hak
merk;
3. Hak paten;
4. Hak
desain industri;
5. Hak rahasia dagang;
6. Hak
sirkuit terpadu;
7. Hak perlindungan varietas tanaman; dan/atau
8. Hak lainnya.
Hak atas benda bergerak lainnya yang berupa:
1. Hak sewa, hak pakai dan hak pakai hasil atas benda bergerak; atau
2. Perikatan, tuntutan atas jumlah uang yang dapat
ditagih atas benda
bergerak.
Dengan segala kemudahan yang telah tersedia, tentunya memberikan banyak alternatif bagi wakif yang ingin berinvestasi untuk akhirat. Kondisi ini juga memberikan sinyal bagi kita umat Islam, sudah saatnya kita melek finansial dan menjadi pelaku di berbagai instrumen keuangan berbasis syariah. Termasuk dalam tata cara mewakafkan harta untuk agama. Dengan adanya alternatif berwakaf melalui surat-surat berharga, saya yang tidak memiliki aset fisik seperti tanah atau properti bisa berbesar hati. Apalagi saya juga punya akun di salah satu perusahaan sekuritas yang disebutkan di atas. Semoga bisa terus menabung saham dan suatu saat nanti bisa mewakafkan sebagiannya untuk agama.
Bersama Kepala ACT Aceh Husaini Ismail melihat lokasi lumbung ternak wakaf di Gampong Ie Suum, Kec. Krueng Raya, Aceh Besar, Sabtu, 12 Oktober 2019. @Zulfurqan |
Setelah menempuh lebih dari 30 menit perjalanan, kami pun tiba di lokasi lumbung ternak Ie Suum. Di sana sudah lebih dulu tiba rombongan Kepala ACT Aceh, Husaini Ismail, dan beberapa staf lainnya. Begitu kami tiba, Pak Husaini segera mengajak kami ke kandang domba.
Di areal seluas 5 hektare tersebut pihaknya berencana membangun lokasi peternakan terpadu yang bisa menjadi lokasi edukasi ternak sekaligus sebagai tempat berwisata. Apalagi kawasan itu memiliki pemandangan yang indah, dikelilingi bukit-bukit hijau, dan berada tak jauh dari Selat Malaka dan Kawasan Industri Aceh di Gampong Ladong. Di kawasan itu juga terdapat sejumlah destinasi wisata seperti pemandian air panas dan kebun kurma.
Sebelumnya sama sekali tak terbayangkan oleh saya, bahwa wakaf produktif bisa memiliki prospek ekonomi seluas itu. Seperti yang telah saya sebutkan di awal tadi, di tengah persaingan ekonomi global yang semakin ketat di era revolusi industri ini, sudah sepatutnya wakaf dan harta umat lainnya juga dikelola dengan cara-cara 4.0.[]
Sumber bacaan:
1. http://www.ekonomisyariah.org/5683/wakaf-saham-alternatif-model-wakaf-produktif/
2. https://investasi.kontan.co.id/news/wakaf-saham-apa-itu
3. https://www.acehtrend.com/2019/10/11/hp-sekuritas-dan-global-wakaf-act-luncurkan-layanan-wakaf-saham-dan-digital-donasi-hpx-syariah/
4. http://www.koran-jakarta.com/enam-perusahaan-efek-kembangkan-wakaf-saham/
Selasa, 24 September 2019
Ngobrol @tempo Bicarain Kesiapan Perbankan di Aceh Terhadap Qanun Lembaga Keuangan Syariah
Para pemateri dan sejumlah peserta yang hadir @Hayatullah Pasee |
ACEH kerap menjadi “buah bibir”
karena qanun-qanun atau peraturan daerah yang dibuat di daerah ini sering kali
dianggap antimainstream oleh masyarakat Indonesia. Bahkan ada yang dianggap
kontroversial dan menjadi polemik. Tak hanya di jagat nasional saja lo, tetapi
juga di Aceh sendiri. Pokoknya rame
deh!
Namun, dalam beberapa hal Aceh
justru menjadi “pionir” bagi terobosan-terobosan yang dilakukan oleh para
pengambil kebijakan di tataran nasional sana. Sebut saja seperti lahirnya Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional yang terinspirasi dari Bappeda Provinsi Aceh.
Begitu juga untuk Badan Pelayanan Jaminan Sosial yang cikal-bakalnya dari
program Jaminan Kesehatan Aceh. Ugh! Keren, kan?
Nah, saat ini yang sedang
hangat-hangatnya dibicarain ialah tentang lahirnya Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah
atau Qanun LKS. Qanun ini menurut saya sendiri sangat menarik, pasalnya Aceh
sebagai satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan syariat Islam sudah
sepatutnya hijrah dari tata kelola perbankan konvensional, menuju tata kelola
perbankan yang syariah. Di mana segala sistem dan produk-produk yang dihasilkan
oleh perbankan berdasarkan sistem muamalah yang sesuai dengan standar syariat
Islam. Jadi, kita sebagai user sudah enggak waswas lagi ketika ingin menggunakan produk-produk perbankan.
Pertanyaannya adalah bagaimana dengan kesiapan pihak perbankan itu sendiri? Sudah siapkan mereka menyongsong dan menerapkan secara utuh Qanun LKS tersebut?
Nah, di sinilah Bank Indonesia khususnya
BI Perwakilan Aceh berperan dalam melakukan sosialisasi tentang Qanun LKS
tersebut. Ini penting, mengingat masih ada sejumlah bank konvensional yang
beroperasi di Aceh. Artinya, mau tidak mau ketika qanun ini wajib diterapkan
pada 2 Januari 2022 mendatang, seluruh bank konvensional di Aceh harus sudah dikonversikan ke
syariah.
Setahu saya sih BI Perwakilan
Aceh sendiri sangat gencar melakukan sosialisasi tersebut. Misalnya selama Ramadan lalu mereka melakukan roadshow dari masjid ke masjid untuk menyosialisasikan Qanun LKS. Begitu juga dalam
hajatan Festival Ekonomi Syariah yang digelar pada pertengahan Juli 2019 lalu.
Dan yang teranyar tentu saja acara Ngobrol @tempo yang dibuat Tempo Media Group
bekerja sama dengan Bank Indonesia Perwakilan Aceh, Senin, 23 September 2019.
Namun dalam diskusi kali ini
topik yang diangkat lebih spesifik tentang “Kesiapan Perbankan terhadap Qanun
Lembaga Keuangan Syariah di Aceh”. Diskusi
ini keren bukan saja karena topiknya yang cetar, melainkan juga pematerinya
yang oke-oke seperti Kepala Bank Indonesia Zainal Arifin Lubis; Ketua OJK
Provinsi Aceh Aulia Fadly; Direktur Operasional BRI Syariah Fahmi Subandi; dan
Kepala Biro Hukum Pemerintah Aceh Amrizal J. Prang. Sedangkan Direktur Tempo,
Tomi Aryanto, menjadi host yang keren
sehingga acara ini jadi terasa hidup dan menarik walaupun topiknya dirasa
lumayan serius. Khususnya bagi kalangan bloger seperti kami.
So, apakah para pelaku perbankan
di Aceh sudah siap untuk menerapkan Qanun LKS? Ya, mereka siap dan mantap dong tentunya. Apalagi sejak qanun ini disahkan ada masa transisi selama tiga tahun yang tentunya sangat cukup bagi mereka untuk siap-siap. Bisa dibilang,
tak ada alasan untuk tak mantap karena sesuai penjelasan Kepala OJK:
Sebanyak 12 Bank Umum Konvensional dan 5 Bank Perkreditan Rakyat dengan total cabang keduanya mencapai 46 cabang telah memulai melakukan penyesuaian prosedur.
Inilah implikasi Qanun LKS terhadap pertumbuhan dunia perbankan di Aceh. Asumsi ini tentunya tidak berlebihan bila mempertimbangkan jumlah umat Islam di dunia yang persentasenya mencapai 12,7 persen dari total pendudu bumi saat ini. Wow! Fantastis, ya?! Lalu, bagaimana dengan di Aceh. Kabar baiknya Aceh berada di peringkat tiga besar perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Inilah yang menjadi semangat optimisme dikembangkannya perekonomian syariah di Aceh. Dalam hal ini perbankan merupakan kunci utamanya.
Lalu, apa kata pihak perbankannya sendiri?
“Bagi BRI tidak ada pilihan lain kalau memang itu sudah diatur dan kita sifatnya patuh. Artinya kita tetap siap dengan kehadiran qanun tersebut.” ~Direktur Operasional BRI syariah, Fahmi Subandi~
Sementara Kepala BI Provinsi Aceh Zainal Arifin, lebih banyak memaparkan tentang kaitannya dengan ekonomi Aceh. Ia mencontohkan Aceh yang sampai saat ini masih saja memasuk kebutuhan pokok dari Medan, Sumatera Utara. Padahal, barang-barang kebutuhan pokok seperti beras justru berasal dari Aceh.
“Aceh punya lahan pertanian yang
bagus dan luas, tetapi bawang saja masih dipasok dari luar. Kita punya nilam,
nilam Aceh lebih bagus kualitasnya sama seperti kopi dan harganya sangat mahal.
Jika ini tidak dimanfaatkan dengan baik, maka garis kemiskinan Aceh tertinggi
di Sumatera,” ungkapnya.
Secara khusus ia juga menyampaikan keterlibatan Bank Indonesia terhadap Qanun LKS:
Dampaknya sebagai berikut:
Ini market share-nya:
Oh ya, untuk melengkapi tulisan ini, perlu juga diketahui mengapa Qanun LKS hadir di Aceh. Setidaknya ada tiga landasan utama, yaitu secara filosofi, sosiologi, dan yuridis.
Secara filosofi ini merupakan salah satu bentuk keistimewaan Aceh yang sejak tahun 1959 telah diberikan kewenangan oleh pemerintah pusat untuk menerapkan syariat Islam. Diperkuat kembali melalui UU Nomor 44 Tahun 1999 di masa Presiden BJ Habibie yang mengeluarkan UU Keistimewaan Aceh meliputi tiga hal, yaitu pendidikan, adat, dan agama.
Sedangkan secara sosiologis, masyarakat Aceh menerima dengan baik hadirnya qanun ini karena mayoritas penduduknya beragama Islam. Terakhir, secara yuridis, selain adanya UU Nomor 44 Tahun 1999 tadi, juga karena adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. Dalam hal ini, Aceh sebagai daerah otonomi khusus boleh mengatur perekonomian daerahnya sesuai prinsip-prinsip syariah sebagai salah satu keistimewaan Aceh.[]